1. Pendahuluan
Perkembangan perusahaan sangat dinamis di abad perdagangan bebas seperti saat sekarang. Kuantitas perusahaan bukan hanya dari perusahaan yang lahir pada era globalisasi dan sejumlah perusahaan asing namun juga dari perusahaan-perusahaan dari masa lalu, yaitu perusahaan yang lahir sebelum era globalisasi. Perkembangan perdagangan dunia menuntut perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk tetap dapat bertahan agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang akan bermunculan dan tetap terus memperoleh keuntungan. Kinerja manajerial merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian ekstra pada era ini karena pihak eksternal perusahaan menjadi lebih kritis dan teliti dalam menentukan perusahaan mana yang akan menjadi tempat mereka untuk menginvestasikan dananya.
Sampai saat ini, sistem yang dianggap paling cocok sebagai alat untuk membuat perusahaan tetap optimis dengan konsep going concern adalah Total Quality Management (TQM). TQM membuat perusahaan dapat tetap bertanding dengan perusahaan-perusahaan lain karena konsep dasarnya yaitu perbaikan secara berkala atau terus-menerus. Ada sepuluh karakteristik TQM yang dapat mempengaruhi kinerja manajer, yaitu: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tujuan, dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Dengan adanya TQM perusahaan dapat selalu mengevaluasi kinerjanya namun sebelumnya, perusahaan juga harus melakukan perubahan budaya kerja yang sebelumnya keberatan apabila hasil kerjanya dievaluasi menjadi lebih terbuka menghadapi evaluasi kinerja.
Konsep TQM tersebut bertolak belakang dengan pemikiran di negara barat dan di Indonesia sendiri. Di negara barat, fokus pekerjaan diletakkan pada profesionalisme dan spesialisasi. Oleh karena itu, segala hal yang berhubungan dengan pengendalian mutu hanya dikuasai oleh para spesialis kendali mutu. “Apabila pengendalian mutu dipertanyakan kepada orang-orang yang ada di divisi lain perusahaan, selain kendali mutu, mereka pasti tidak bisa menjawabnya” (Ishikawa, 1992). Pemikiran tersebut belum banyak berkembang sampai saat sekarang ini. Sedangkan di Indonesia, pengendalian mutu cenderung dilimpahkan ke divisi produksi. Kedua anggapan tersebut masih harus disempurnakan lagi. Seharusnya pengendalian mutu dilakukan oleh setiap orang di setiap divisi perusahaan demi memperoleh produk yang berorientasikan pelanggan, yaitu produk dengan mutu terbaik. Partisipasi dari seluruh anggota perusahaan merupakan hal yang wajib untuk diaksanakan karena kinerja baik atau buruk sebuah perusahaan bukan hanya menjadi tanggungjawab individu atau divisi saja.
TQM memang dianggap sebagai alat yang dapat meningkatkan kinerja manajerial yang dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Zulaika (2008), namun “ada beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan negatif antara TQM dan kinerja manajerial, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Ittner dan Lacker dimana hasilnya tidak ditemukan bukti bahwa organisasi yang mempraktekkan TQM dapat mencapai kinerja yang tinggi” (Lubis, 2005). Hal ini membuat peneliti ingin melihat kekonsistenan penelitian mengenai pengaruh TQM terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini merupakan replika dari penelitian yang telah dilakukan oleh Zulaika (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zulaika terletak pada variabel independen yang digunakan sebagai stimulus variabel dependennya. Peneliti terdahulu menggunakan empat dari sepuluh karakteristik TQM sebagai variabel independen, yaitu: fokus pada pelanggan, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan; sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan enam dari sepuluh karakteristik TQM, yaitu: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, serta keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Peneliti hanya menggunakan enam dari sepuluh karakteristik TQM karena ada keterbatasan data.
Penelitian ini dilakukan di PT Super Andalas Steel. Alasan penulis memilih perusahaan ini adalah karena perusahaan ini memiliki divisi produksi yang lebih besar daripada tiap divisi lainnya, sehingga penulis ingin mengetahui apakah pemikiran bahwa pengendalian mutu adalah tanggung jawab penuh bagian produksi dan penerapan TQM dalam perusahaan ini sudah berpengaruh dalam usaha perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja maajernya. Atas dasar hal tersebut di atas, penulis memilih judul “Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial Pada PT Super Andalas Steel”.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Total Quality Management
TQM merupakan satu sistem yang saat ini mulai diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena dianggap mampu mendukung kinerja manajerialnya. TQM juga dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu. Menurut Ishikawa dalam Nasution (2005: 22) “TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, team work, produktivitas, dan kepuasan pelanggan”.
Menurut Purwanto dalam Suharyanto (2005: 7) “TQM pada dasarnya merupakan upaya untuk menciptakan ‘a culture of continous improvement’ di antara para karyawan dengan menerapkan berbagai teknik pemecahan permasalahan secara kelompok dengan memusatkan perhatian pada kepuasan customer”. Menurut Tjiptono (2003: 4) “TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya”. Sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kompetensi SDM perusahaan untuk merealisasikannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa TQM adalah suatu alat yang digunakan oleh manajemen suatu perusahaan yang melibatkan seluruh personel dalam perusahaan dalam melakukan perbaikan secara terus-menerus atas produk, pelayanan, lingkungan yang berhubungan dengan produk perusahaan, dan manajemen perusahaan melalui metode ilmiah yang inovatif.
Ada sepuluh karakteristik TQM yang dikembangkan oleh Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005: 22).
a. Fokus Pada Pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
b. Obsesi terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan mereka. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif. Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik? Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ‘good enough is never good enough’.
c. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
d. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
e. Kerjasama Tim (Teamwork)
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Sementara itu, dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem/ lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat.
g. Pendidikan dan Pelatihan
Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
h. Kebebasan yang Terkendali
Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
i. Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja.
j. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dapat meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya
Ada beberapa keuntungan pengendalian mutu yang digambarkan Ishikawa (1992) dalam bukunya, antara lain:
a. pengendalian mutu memungkinkan untuk membangun mutu di setiap langkah proses produksi demi menghasilkan produk yang 100% bebas cacat,
b. pengendalian mutu memungkinkan perusahaan menemukan kesalahan atau kegagalan sebelum akhirnya berubah menjadi musibah bagi perusahaan,
c. pengendalian mutu memungkinkan desain produk mengikuti keinginan pelanggan secara efisien sehingga produknya selalu dibuat sesuai pilihan pelanggan,
d. pengendalian mutu dapat membantu perusahaan menemukan data-data produksi yang salah.
TQM juga digunakan untuk memperbaiki posisi persaingan perusahaan di pasar dan sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan output dengan mutu berkualitas. Perbaikan kualitas yang dilakukan oleh perusahaan tidak lain bertujuan untuk meningkatkan penghasilan perusahaan dan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan laba perusahaan agar perusahaan dapat terus berjalan dan tetap hidup dalam persaingan perdagangan yang semakin ketat saat sekarang ini. Perbaikan kualitas juga dapat meningkatkan citra perusahaan di mata pelanggan.
2.2 Kinerja Manajerial
Kinerja dapat diartikan sebagai “penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu perusahaan, bagian dari perusahaan dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya” (Lubis, 2005: 21). Menurut Donnelly, Gibson, dan Ivancevich dalam Rivai (2005: 15) “kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Menurut Mahoney dan Carroll “yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial, antara lain perencanaan, investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi, dan representasi” (Lubis, 2005: 22). Kinerja manajerial yang baik menghasilkan keefektivitasan yang meningkatkan perolehan keuntungan perusahaan dan akan menambah kepercayaan investor ke perusahaan.
2.3 Kerangka Konseptual
TQM dapat memperbaiki kinerja manajerial dalam perusahaan untuk mewujudkun tujuan perusahaan. Fokus pada pelanggan berarti setiap produk yang dihasilkan perusahaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Orientasi pada pelanggan tersebut akan merangsang manajer untuk meningkatkan kinerjanya agar menghasilkan produk yang bermutu untuk memuaskan pelanggan.
Obsesi terhadap kualitas merupakan sikap tidak pernah puas akan kualitas dari produk yang dihasilkan. Peningkatan kualitas produk juga dapat mengurangi biaya kualitas yang dapat menurunkan laba. Apabila sikap ini dapat ditanamkan di benak para manajer, maka kinerja para manajer akan meningkat karena mereka ingin tetap menghasilkan produk yang bermutu tinggi.
Kerjasama tim merupakan cermin integritas perusahaan. Hubungan yang baik diantara anggota tim harus dijalin, dibina, dan dijaga. Kekompakan dalam melakukan aktivitas perusahaan akan meningkatkan kinerja para manajer perusahaan karena mereka merasa dapat diandalkan dan pasti melakukan hal yang terbaik demi nama tim karena apabila salah seorang manajer melakukan sebuah kesalahan, maka anggota tim yang lain juga akan merasakan akibatnya.
Perbaikan sistem secara terus menerus harus dilakukan perusahaan seiring dengan perkembangan informasi dan kebutuhan pelanggan. Perbaikan secara berkala di segala bidang yang rutin dilakukan perusahaan dapat meningkatkan kinerja manajerial karena perbaikan yang dilakukan dapat mempermudah kerja manajer. Peningkatan kinerja manajerial pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
Pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan oleh para manajer untuk memperbaharui pengetahuan mereka tentang masing-masing bidang yang mereka tangani. Pendidikan dan pelatihan membuat para manajer semakin ahli di bidangnya. Peningkatan keahlian pasti akan meningkatkan kinerja mereka di perusahaan tempat mereka bekerja.
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan membuat karyawan memiliki andil dalam setiap keputusan dan aktivitas yang dilakukan perusahaan. Hal ini membuat karyawan merasa memilki perusahaan. Perasaan yang dirasakan karyawan, dalam hal ini manajer, akan meningkatkan kinerja mereka karena mereka pasti akan melakukan yang terbaik bagi perusahaan yang mereka anggap seperti milik mereka sendiri.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara TQM dengan kinerja manajerial bersifat kausal. Peningkatan TQM akan meningkatkan kinerja manajerial perusahaan. Gambaran tersebut dapat divisualisasikan melalui kerangka di bawah ini.
Total Quality Management
(TQM)
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang diperoleh dari kerangka konseptual adalah: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada PT Super Andalas Steel baik secara simultan maupun secara parsial.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah assosiatif kausal, dimana terjadi hubungan sebab akibat diantara dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Jika variabel dependen dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen tertentu, maka dapat dinyatakan bahwa variabel X menyebabkan variabel Y.
Populasi merupakan keseluruhan objek yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik yang terbatas maupun tidak terbatas. Populasi penelitian ini adalah karyawan pada middle management level dan low management level pada PT Super Andalas Steel yang berjumlah 36 responden. Keseluruhan populasi pada penelitian ini merupakan data bagi penelitian ini. Menurut Erlina (2007: 72) “jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data penelitian, maka disebut sensus, jika sebagian saja disebut sample”. Dengan demikian teknik penentuan objek penelitian yang digunakan adalah sensus. Ketigapuluhenam responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
Manajer 7 orang
Wakil Manajer 7 orang
Kepala bagian 3 orang
Wakil kepala bagian 3 orang
Supervisor 16 orang
36 orang
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah TQM yang terdiri dari enam subvariabel, yaitu: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, kebebasan yang terkendali, serta keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Dalam penelitian ini setiap responden diminta untuk mengisi kuesioner mengenai penerapan TQM yang dikhususkan pada empat subvariabel tersebut.
Kuesioner fokus pada pelanggan dikembangkan oleh Hajjat (2002). Kuesioner obsesi terhadap kualitas dikembangkan oleh Harrington (2000). Kuesioner kerjasama tim dikembangkan oleh Daft (1998). Kuesioner perbaikan sistem secara berkesinambungan dikembangkan oleh Zeitz (1997). Kuesioner pendidikan dan pelatihan dikembangkan oleh Baker (1999). Kuesioner keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dikembangkan oleh White (1973).
a. Fokus pada pelanggan
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju.
b. Obsesi Terhadap Kualitas
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju.
c. Kerjasama Tim
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 5 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 2 berarti tidak setuju, jika memilih 3 berarti netral, jika memilih 4 berarti setuju, dan jika memilih 5 berarti sangat setuju.
d. Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju.
e. Pendidikan dan Pelatihan
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 5 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 2 berarti tidak setuju, jika memilih 3 berarti netral, jika memilih 4 berarti setuju, dan jika memilih 5 berarti sangat setuju.
f. Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 5 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 2 berarti tidak setuju, jika memilih 3 berarti netral, jika memilih 4 berarti setuju, dan jika memilih 5 berarti sangat setuju.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah Kinerja manajerial. Kinerja manajerial adalah keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan dengan melibatkan orang lain demi menghasilkan laba bagi perusahaan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju. Kuesioner kinerja manajerial dikembangkan oleh Heneman (1974).
4. Metode Analisis Data
4.1 Pengujian Kualitas Jasa
4.1.1 Uji Validitas
Uji validitas “digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner” (Ghozali, 2005: 45). Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur yang digunakan dapat mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung dengan rtabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Pada penelitian ini sampel berjumlah 36, dengan demikian dapat dihitung df = 36-2 =34. Berdasarkan tabel r dengan signifikansi 5%, apabila df = 34, maka diperoleh rtabel = 0,329. Instrumen kuesioner fokus pada pelanggan, kerjasama tim, pendidikan dan pelatihan, dan kinerja manajerial dinyatakan valid hanya dalam satu kali pengujian validitas, sedangkan obsesi terhadap kualitas dan perbaikan sistem secara berkesinambungan dinyatakan valid
setelah pengujian kedua, dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dinyatakan valid setelah pengujian ketiga.
4.1.2 Uji Reliabilitas
Menurut Situmorang (2008: 37) “reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan”. Pengukuran reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Pengukurannya hanya dilakukan satu kali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Suatu variabel dikatakan reliable jika variabel tersebut memberikan nilai cronbach’s alpha > 0,60. Seluruh variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliable karena cronbach’s alpha-nya melewati 0,60
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1
(Constant)
34.641
15.743
2.200
.036
Fokus Pada Pelanggan
.313
.265
.343
1.179
.248
.340
2.939
Obsesi Terhadap Kualitas
-.407
.380
-.319
-1.070
.294
.324
3.089
Kerjasama Tim
.176
.324
.104
.542
.592
.787
1.271
Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
.750
.700
.288
1.072
.293
.397
2.517
Pendidikan dan Pelatihan
-.230
.320
-.129
-.720
.477
.899
1.112
Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
-.277
.389
-.132
-.712
.482
.829
1.206
a. Dependent Variable: Kinerja Manajerial
4.2 Pengujian Asumsi Klasik
4.2.1 Uji Multikolinearitas
“Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas” (Ghozali, 2005: 91). Menurut Ghozali (2005) “adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10”.
Apabila tolerance value < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikolinearitas
Apabila tolerance value > 0,1 atau VIF < 10 = tidak terjadi multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel. Hasil pengujiannya menunjukkan tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan tidak ada yang memiliki tolerance value lebih kecil dari 0,1. Jadi dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi penelitian ini.
4.2.2 Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas, artinya variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan tetap. . “Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual” (Ghozali, 2005: 105).
4.2.3 Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas data dengan hanya melihat grafik dapat menyesatkan kalau tidak melihat secara seksama. Oleh sebab itu, ada baiknya dilakukan juga uji normalitas data dengan menggunakan statistic agar lebih meyakinkan. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal berdistribusi normal, maka dilakukan uji kolmogorov smirnov (1 sample KS) dengan melihat data residulanya apakah berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji kolmogorov smirnov dapat di lihat pada tabel.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N
36
Normal Parametersa
Mean
.0000000
Std. Deviation
4.44371181
Most Extreme Differences
Absolute
.126
Positive
.126
Negative
-.074
Kolmogorov-Smirnov Z
.758
Asymp. Sig. (2-tailed)
.614
a. Test distribution is Normal.
Hasil uji kolmogorov smirnov pada penelitian ini menunjukkan probabilitas = 0,614. dengan demikian, data pada penelitian ini berdistribusi normal dan dapt digunakan untuk melakukan uji – F dan uji – t karena 0,614 > 0,05 (Ho diterima).
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Adjuted R2
Adjusted R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam penelitian ini, nilai adjusted R2 pada tabel 4.23 = -0,006. Hal ini berarti kinerja manajerial (Y) tidak dapat dijelaskan oleh fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6).
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.408a
.167
-.006
4.882
a. Predictors: (Constant), Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan, Kerjasama Tim, Fokus Pada Pelanggan, Obsesi Terhadap Kualitas
b. Dependent Variable: Kinerja Manajerial
4.3.2 Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen. Dari hasil uji – F pada tabel 4.23 dapat diketahui F sebesar 0,966 < 4, dengan tingkat signifikansi 0,465. Karena probabilitas (0,465) > 0,05, maka Ha ditolak, artinya fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap kinerja manajerial (Y).
ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
138.092
6
23.015
.966
.465a
Residual
691.130
29
23.832
Total
829.222
35
a. Predictors: (Constant), Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan, Kerjasama Tim, Fokus Pada Pelanggan, Obsesi Terhadap Kualitas
b. Dependent Variable: Kinerja Manajerial
4.3.3 Uji-t
Uji – t dilakukan untuk menguji secara parsial atau individu apakah variabel independen berpengaruh secara individu (parsial) terhdap variabel dependen. Hasil uji-t dapat dilihat pada tabel Coefficientsa di atas. Nilai probabilitas fokus pada pelanggan = 0,25, nilai probabilitas obsesi terhadap kualitas = 0,29, nilai probabilitas kerjasama tim = 0,59, nilai probabilitas perbaikan sistem secara berkesinambungan = 0,29, nilai probabilitas pendidikan dan pelatihan = 0,48, dan nilai probabilitas keterlibatan dan pemberdayaan karyawan = 0,48. Dari keenam variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, tidak satu variabel pun yang berpengaruh secara parsial terhadap kinerja manajerial karena probabilitas keenam variabel independen berada di atas 0,05.
4.3.4 Hasil Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda ditujukan untuk menentukan hubungan linear antar beberapa variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel Coefficientsa di atas. Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel Coefficientsa diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 34,641+0,313X1–0,407X2+0,176X3 +0,750X4–0,230X5–0,277X6+e
a. konstanta sebesar 34, 641 menyatakan bahwa jika tidak ada TQM dengan keenam komponennya, maka kinerja manajerial akan sebesar 34, 641,
b. koefisien X1 (b1) = 0,313, menunjukkan bahwa fokus pada pelanggan (X1) berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika fokus pada pelanggan ditingkatkan, maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar 0,313,
c. koefisien X2 (b2) = -0,407, menunjukkan bahwa obsesi terhadap kualitas (X2) berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel obsesi terhadap kualitas ditingkatkan, maka akan menurunkan kinerja manajerial sebesar 0,407,
d. koefisien X3 (b3) = 0,176, menunjukkan bahwa kerjasama tim (X3) berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel kerjasama tim ditingkatkan, maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar 0,176,
e. koefisien X4 (b4) = 0,750, menunjukkan bahwa perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4) berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel perbaikan sistem secara berkesinambungan ditingkatkan, maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar 0,750,
f. koefisien X5 (b5) = -0,230, menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan (X5) berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa apabila variabel pendidikan dan pelatihan ditingkatkan, maka akan menurunkan kinerja manajerial sebesar 0,230,
g. koefisien X6 (b6) = -0,277, menunjukkan bahwa keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa apabila variabel keterlibatan dan pemberdayaan karyawan ditingkatkan, maka akan menurunkan kinerja manajerial sebesar 0,277,
h. standar error (e) menunjukkan tingkat kesalahan pengganggu.
4.4 Pembahasan Hasil Analisis
Dari berbagai pengujian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian menyatakan bahwa TQM yang diwakilkan oleh fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kinerja manajerial (Y) pada PT SUPER ANDALAS STEEL. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan empat peneliti terdahulu yaitu, Zulaikha, Yan Saputra Saragih, Henny Zurika Lubis, dan I Made Narsa dan Rani Dwi Yuniawati. Para peneliti terdahulu tersebut semuanya menyatakan bahwa ada pengaruh TQM terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian mereka sesuai dengan teori yang ada, bahwa TQM memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja manajerial. Namun, hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ittner dan Lacker (Lubis, 2005) yang menyatakan “bahwa TQM tidak mempengaruhi kenaikan kinerja manajemen.
Hubungan negatif yang terjadi antara TQM dan kinerja manajerial pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Kemungkinan terbesar keadaan ini terjadi adalah TQM tidak sesuai dengan budaya perusahaan dalam melakukan penilaian kinerja manajerial. Pada penelitian ini terlihat bahwa budaya penilaian kinerja di dalam perusahaan belum merata. Orang-orang di dalam perusahaan belum terbiasa dengan penilaian kinerja, padahal diperlukan orang-orang dalam perusahaan yang terbuka kepada penilaian yang dilakukan terhadap diri mereka masing-masing maupun terhadap divisi tempat mereka terlibat dalam pekerjaan untuk dapat menerapkan TQM secara maksimal. Orang yang dapat terbuka dengan penilaian adalah orang yang percaya diri akan kemampuan yang mereka miliki dan juga percaya diri terhadap hasil kerja mereka berdasarkan beban pekerjaan yang dilimpahkan kepada pegawai di perusahaan tersebut masing-masing.
TQM dapat menjadi alat pengukur kinerja manajerial apabila budaya di suatu tempat, dalam hal ini perusahaan, sudah diubah menjadi perusahaan yang lebih terbuka dalam menghadapi penilaian kinerja. Jika budaya ini belum diterapkan secara merata, maka TQM tidak akan berfungsi.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan berbagai pengujian dan analisis data dari penilitian ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pengaruh TQM terhadap kinerja manajerial sebagai berikut:
1. variabel fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh secara simultan terhadap kinerja manajerial (Y),
2. variabel fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja manajerial (Y),
3. nilai adjusted R square -0,006 menunjukkan bahwa kinerja manajerial (Y) tidak dapat dijelaskan oleh fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6).
5.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan enam dari sepuluh karakteristik TQM yang ada. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, data, dan dana dalam melakukan penelitian sehingga tidak memungkinkan bagi peniliti untuk memasukkan kesepuluh karakteristik TQM yang ada. Keterbatasan data dialami karena sulitnya peneliti untuk mendapatkan kuesioner yang dapat mewakili kesepuluh karakteristik TQM.
5.3 Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan tidak berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kinerja manajerial. Oleh karena itu disarankan kepada perusahaan agar lebih sering mengadakan pelatihan dan pendidikan mengenai menjaga hubungan dengan pelanggan, menjaga dan meningkatkan standar kualitas produk, meningkatkan motivasi agar tercapai perbaikan cara kerja di perusahaan, dan pelatihan mengenai kepemimpinan (leadership). Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keterbukaan pegawai perusahaan untuk dinilai kinerjanya masing-masing, baik secara individu maupun secara divisi. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri para pegawai perusahaan untuk dinilai karena pada umumnya orang-orang tidak mau dinilai, dalam hal ini kinerjanya, karena mereka merasa tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaannya sehingga mereka merasa tidak pantas untuk dinilai. Pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap diri sendiri pada diri para pegawai sehingga mereka dapat dengan terbuka menerima penilaian terhadap pekerjaan yang dibebankan kepada mereka secara profesional.
Dalam penelitian ini hubungan TQM dan kinerja manajerial negatif (tidak sesuai dengan teori), untuk itu disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk kembali melakukan penelitian dengan variabel yang sama dengan penelitian ini untuk melihat kekonsistensian hasil penelitian dengan hasil penelitian terdahulu.. Kepada peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti keempat karakteristik TQM yang lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, yaitu: pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kebebasan yang terkendali, dan kesatuan tujuan dan pengaruhnya terhadap kinerja manajerial.
sumber : http://akuntansi.usu.ac.id/jurnal-akuntansi-7.html
Rabu, 12 Oktober 2011
Kamis, 05 Mei 2011
surat perjanjian dagang
Surat Perjanjian Dagang
Kami yang bertanda tangan di bawah ini masing – masing :
1. N a m a : Yudistira
Jabatan : Merchandiser
Bertindak atas nama : PT Matahari Putra Prima tbk.
Selanjutnya disebut sebagai pihak Pertama ( Buyer )
2. N a m a : Jayadi
Jabatan : Marketing
Bertindak atas nama : PT Cipta Kreasi Mandiri Perkasa
Selanjutnya disebut sebagai pihak Kedua ( Suplier )
Pihak Pertama dan Kedua masing – masing dalam hal ini mewakili perusahaan, kemudian dalam surat perjanjian dagang ini disebut sebagai Buyer dan Suplier.Telah menyepakati hal – hal yang tertuang dalam surat perjanjian dagang ini sebagai berikut :
Pasal 1
Buyer
Yang di maksud dengan Buyer dalam surat perjanjian dagang ini yaitu pihak yang akan membeli hasil produksi dari PT Cipta Kreasi Mandiri Perkasa yang berbentuk pakaian jadi ( Garment ).
Pasal 2
Suplier
Yang di maksud dengan Suplier dalam surat perjanjian dagang ini yaitu pihak yang akan menjual hasil produksi dari PT Cipta Kreasi Mandiri Perkasa secara FOB (free on board) yang berbentuk pakaian jadi ( Garment ).
Pasal 3
Purchase Order
Pihak pertama (buyer) dalam setiap pemesanan pakaian akan membuat PO # yang ditujukan kepada pihak kedua (suplier) yang memuat jumlah barang , warna barang, harga barang, tanggal pengiriman barang, cara pembayaran,dan jangka waktu pembayaran.
Pasal 4
a. Jumlah Barang dan Warna Barang
Pihak pertama (buyer) akan menentukan baik jumlah maupun warna barang yang dipesan dan pihak kedua sebagai suplier akan memenuhi jumlah dan warna sesuai pesanan buyer dengan ketentuan bahwa buyer hanya akan menerima pengiriman barang dari suplier sesuai dengan jumlah pesanan dengan toleransi pengurangan jumlah maksimum 5% dari jumlah PO #.
b. Harga Barang
Harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak bersifat mengikat dan tidak bisa berubah kecuali ada negosiasi ulang.
c. Tanggal Pengiriman Barang
Pihak pertama (buyer) didalam PO # mencamtumkan tanggal pengiriman barang dan pihak kedua (suplier) harus mengirim barang sesuai dengan yang tercantum dalam PO #. Apabila pihak kedua (suplier) tidak bisa mengirim barang tepat waktu sesuai dengan yang tercantum di dalam PO # maka pihak kedua (suplier) akan mendapatkan sanksi yang selanjutnya akan diatur didalam surat perjanjian ini.
d. Cara Pembayaran dan Jangka Waktu Pembayaran
Dalam ketentuan surat perjanjian dagang ini pembayaran akan di lakukan secara TT (transfer otomatis) dengan jangka waktu 60 hari setelah pihak pertama (buyer) menerima pengiriman barang dari pihak kedua (suplier), dengan ketentuan pihak kedua telah mengirimkan nota invoice kepada pihak buyer 30 hari setelah pengiriman barang.
Pasal 5
Sanksi
Yang dimaksud dengan sanksi dalam perjanjian dagang ini yaitu sanksi yang mengikat terhadap pihak kedua (suplier), apabila pihak kedua tidak bisa memenuhi baik waktu pengiriman maupun jumlah barang yang telah dipesan oleh pihak pertama (buyer) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat satu window akan dikenakan denda sebesar 5% dari harga retail.
2. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat dua window akan dikenakan denda sebesar 10% dari harga retail.
3. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat tiga window akan dikenakan denda sebesar 15% dari harga retail.
4. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat empat window akan dikenakan denda sebesar 20% dari harga retail.
5. Apabila pengiriman barang lebih dari empat window maka PO # tersebut dibatalkan oleh pihak kedua (buyer).
Pasal 6
Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam surat perjanjian dagang ini akan ditentukan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang.
Kami yang bertanda tangan di bawah ini masing – masing :
1. N a m a : Yudistira
Jabatan : Merchandiser
Bertindak atas nama : PT Matahari Putra Prima tbk.
Selanjutnya disebut sebagai pihak Pertama ( Buyer )
2. N a m a : Jayadi
Jabatan : Marketing
Bertindak atas nama : PT Cipta Kreasi Mandiri Perkasa
Selanjutnya disebut sebagai pihak Kedua ( Suplier )
Pihak Pertama dan Kedua masing – masing dalam hal ini mewakili perusahaan, kemudian dalam surat perjanjian dagang ini disebut sebagai Buyer dan Suplier.Telah menyepakati hal – hal yang tertuang dalam surat perjanjian dagang ini sebagai berikut :
Pasal 1
Buyer
Yang di maksud dengan Buyer dalam surat perjanjian dagang ini yaitu pihak yang akan membeli hasil produksi dari PT Cipta Kreasi Mandiri Perkasa yang berbentuk pakaian jadi ( Garment ).
Pasal 2
Suplier
Yang di maksud dengan Suplier dalam surat perjanjian dagang ini yaitu pihak yang akan menjual hasil produksi dari PT Cipta Kreasi Mandiri Perkasa secara FOB (free on board) yang berbentuk pakaian jadi ( Garment ).
Pasal 3
Purchase Order
Pihak pertama (buyer) dalam setiap pemesanan pakaian akan membuat PO # yang ditujukan kepada pihak kedua (suplier) yang memuat jumlah barang , warna barang, harga barang, tanggal pengiriman barang, cara pembayaran,dan jangka waktu pembayaran.
Pasal 4
a. Jumlah Barang dan Warna Barang
Pihak pertama (buyer) akan menentukan baik jumlah maupun warna barang yang dipesan dan pihak kedua sebagai suplier akan memenuhi jumlah dan warna sesuai pesanan buyer dengan ketentuan bahwa buyer hanya akan menerima pengiriman barang dari suplier sesuai dengan jumlah pesanan dengan toleransi pengurangan jumlah maksimum 5% dari jumlah PO #.
b. Harga Barang
Harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak bersifat mengikat dan tidak bisa berubah kecuali ada negosiasi ulang.
c. Tanggal Pengiriman Barang
Pihak pertama (buyer) didalam PO # mencamtumkan tanggal pengiriman barang dan pihak kedua (suplier) harus mengirim barang sesuai dengan yang tercantum dalam PO #. Apabila pihak kedua (suplier) tidak bisa mengirim barang tepat waktu sesuai dengan yang tercantum di dalam PO # maka pihak kedua (suplier) akan mendapatkan sanksi yang selanjutnya akan diatur didalam surat perjanjian ini.
d. Cara Pembayaran dan Jangka Waktu Pembayaran
Dalam ketentuan surat perjanjian dagang ini pembayaran akan di lakukan secara TT (transfer otomatis) dengan jangka waktu 60 hari setelah pihak pertama (buyer) menerima pengiriman barang dari pihak kedua (suplier), dengan ketentuan pihak kedua telah mengirimkan nota invoice kepada pihak buyer 30 hari setelah pengiriman barang.
Pasal 5
Sanksi
Yang dimaksud dengan sanksi dalam perjanjian dagang ini yaitu sanksi yang mengikat terhadap pihak kedua (suplier), apabila pihak kedua tidak bisa memenuhi baik waktu pengiriman maupun jumlah barang yang telah dipesan oleh pihak pertama (buyer) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat satu window akan dikenakan denda sebesar 5% dari harga retail.
2. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat dua window akan dikenakan denda sebesar 10% dari harga retail.
3. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat tiga window akan dikenakan denda sebesar 15% dari harga retail.
4. Apabila pihak kedua (suplier) dengan pengiriman barang terlambat empat window akan dikenakan denda sebesar 20% dari harga retail.
5. Apabila pengiriman barang lebih dari empat window maka PO # tersebut dibatalkan oleh pihak kedua (buyer).
Pasal 6
Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam surat perjanjian dagang ini akan ditentukan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang.
perjanjian
A. Perjanjian
Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Selain itu arti perjanjian yng lain adalah persetujuan antara dua orang atau lebih, dalam bentuk tertulis yang dibubuhi materai, yang meliputi hak dan kewajiban timbal balik, masing-masing pihak menerima tembusan perjanjian itu sebagai tanda bukti keikutsertaannya dalam perjanjian itu.
B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1. adanya kesepakatan di antara mereka yang mengikatkan dirinya. Hal ini maksudnya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat. Kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan/kekhilafan atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan;
2. adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Maksudnya, cakap adalah orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Sedangkan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu:
- Orang-orang yang belum dewasa. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, orang belum dewasa adalah anak di bawah umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan;
- Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPer,yaitu orang yang telah dewasa tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros;
- Orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu,misalnya, orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan. Jika pihak dalam suatu perjanjian kredit adalah suatu perseroan terbatas (PT) maka syarat kecakapan ini terpenuhi apabila PT tersebut telah disahkan oleh menteri kehakiman dan telah didaftarkan dalam daftar perusahaan serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.
3. adanya suatu hal tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan;
4. adanya suatu sebab yang halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Dalam ilmu hukum, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena mengenai objek yang diperjanjikan dalam perjanjian.
Jika syarat-syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat.
Sedangkan, kalau syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim (pengadilan).
C. Jenis Jenis Perjanjian
Jenis- Jenis Perjanjian ada dua, yaitu :
1. Perjanjian yang dikenal dengan nama khusus
2. Perjanjian yang tidak dikenal dengan nama khusus. Contohnya: Sewa beli, Bank Garansi, Novasi
1. Perjanjian yang dikenal dengan nama khusus
Perjanjian yang diatur secara khusus di dalam undang-undang dan diberi nama resmi di dalam undang-undang, disebut juga perjanjian khusus.
a. Buku III Titel 5-18 KUH Perdata
- Jual Beli - Penghibahan
- Tukar Menukar - Penitipan Barang
- Sewa menyewa - Pinjam Pakai
- Sewa Beli - Pinjam Meminjam
- Perjanjian untuk melakukan pekerjaan - Perjanjian untung-untungan
- Pengangkutan - Pemberian Kuasa
- Persekutuan - Penanggungan Utang
- Perkumpulan - Arbitrase
- Perdamaian
b. KUHD
- Jual Beli Perniagaan - Asuransi/pertanggungan
- Persekutuan Perniagaan - Pengangkutan
- Perjanjian Perwakilan Khusus - Perjanjian dengan surat berharga
c. UU Khusus
- PT - Koperasi
- Yayasan - Pengangkutan
3. Perjanjian Tidak Bernama (innominat kontrak)
Perjanjian yang belum diatur dalam UU dan belum diberi nama resmi :
a. Perjanjian Campuran
Perjanjian yang didalamnya terkandung unsur dari berbagai perjanjian bernama lain
• Perjanjian beli sewa
• BOT (pemerintah dengan investor)
b. Contractus Sui Generis (Mempunyai Sifat Khusus)
Terkandung unsur dari perjanjian lain tapi sudah bercampur sedemikian rupa sehingga memberikan karakter yang khas.
Masyarakat yang terus berkembang menyebabkan perjanjian tak bernama semakin banyak.
D. Hal- Hal Yang Menyebabkan Batalnya Perjanjian
Dalam konteks Hukum Perjanjian Indonesia menurut KUH Perdata, terdapat beberapa alasan untuk membatalkan perjanjian. Alasan itu dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut :
a. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk
jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum;
b. Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yang berakibat:
1. Perjanjian batal demi hukum
2. Perjanjian dapat dibatalkan
c. Terpenuhinya syarat batal pada jenis perjanjian yang bersyarat
d. Pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar actio pauliana
e. Pembatalan oleh pihak yang diberi wewenang khusus berdasarkan undang- undang.
• Perjanjian Batal Demi Hukum (Null and Void; Nietig)
Apabila perjanjian batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian, dan dengan demikian tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang membuat perjanjian semacam itu, yakni melahirkan perikatan hukum, telah gagal. Jadi, tidak ada dasar untuk saling menuntut di muka hakim.
Berikut ini restatement tentang alasan mengapa perjanjian batal demi hukum, yaitu :
a. Batal Demi Hukum Karena Syarat Perjanjian Formil Tidak Terpenuhi
Pada perjanjian yang tergolong sebagai perjanjian formil, tidak dipenuhinya ketentuan hukum tentang, misalnya bentuk atau format perjanjian, cara pembuatan perjanjian, atau pun cara pengesahan perjanjian, sebagaimana diwajibkan melalui peraturan perundang-undangan, berakibat perjanjian formil batal demi hukum. Ahli hukum memberikan pengertian perjanjian formil sebagai perjanjian yang tidak hanya didasarkan pada adanya kesepakatan para pihak, tetapi oleh undang-undang juga disyaratkan adanya formalitas tertentu yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut sah demi hukum. Formalitas tertentu itu, misalnya tentang bentuk atau format perjanjian yang harus dibuat dalam bentuk tertentu, yakni dengan akta otentik ataupun akta di bawah tangan. Akta otentik yang dimaksud adalah akta yang dibuat oleh notaris atau pejabat hukum lain yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik menurut undang-undang. Beberapa contoh perjanjian di bidang Hukum Kekayaan yang harus dilakukan dengan Akta Notaris sebagai berikut.
- Hibah, kecuali pemberian benda bergerak yang bertubuh atau surat penagihan utang atas tunjuk dari tangan ke tangan: Pasal 1682 dan 1687 KUH Perdata.
- Pendirian perseroan terbatas: Pasal 7 butir 1 UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. Batal Demi Hukum Karena Syarat Objektif Sahnya Perjanjian Tidak Terpenuhi
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian harus ada
suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Keduanya sering disebut sebagai syarat objektif untuk sahnya perjanjian. Syarat objektif pertama, yaitu suatu hal tertentu diartikan oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Herlien Boediono sebagai objek atau pokok perjanjian, atau apa yang menjadi hak dari kreditor dan kewajiban bagi debitor menurut Subekti.Objek perjanjian berupa barang, sebagaimana disebut dalam Pasal 1332, 1333, dan 1334 ayat (1). Berdasarkan Pasal 1332 dan 1333 KUH Perdata, jelaslah bahwa untuk sahnya perjanjian maka objeknya haruslah tertentu, atau setidaknya cukup dapat ditentukan. Objek perjanjian tersebut dengan demikian haruslah:
1. Dapat diperdagangkan;
2. Dapat ditentukan jenisnya;
3. Dapat dinilai dengan uang, dan
4. Memungkinkan untuk dilakukan/dilaksanakan.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi “Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.
c. Batal Demi Hukum Karena Dibuat oleh Orang yang Tidak Berwenang Melakukan Perbuatan Hukum
Ketidakcakapan seseorang untuk melakukan tindakan hukum (handelingsonbekwaamheid) harus dibedakan dengan ketidakwenangan seseorang untuk melakukan tindakan hukum (handelingsonbevoegdheid). Mereka yang tidak berwenang melakukan tindakan hukum adalah orang-orang yang oleh undang- undang dilarang melakukan tindakan hukum tertentu. Jadi, seseorang yang oleh undang-undang dikualifikasi sebagai tidak berwenang melakukan tindakan hukum tertentu, tidak berarti bahwa ia juga tidak cakap. Dengan kata lain, orang yang menurut undang-undang adalah cakap atau mampu melakukan tindakan hukum ternyata dapat tergolong sebagai tidak berwenang melakukan tindakan hukum tertentu menurut undang-undang. Perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut undangundang dinyatakan tidak berwenang, berakibat batal demi hukum. Artinya, ketentuan dalam undang-undang tertentu yang menyatakan bahwa orang atau pihak tertentu tidak berwenang, merupakan aturan hukum yang bersifat memaksa sehingga tidak dapat disimpangi. Orang atau pihak tersebut adalah mereka yang karena jabatan atau pekerjaannya, berdasarkan undang-undang tertentu, dikategorikan tidak berwenang melakukan perbuatan hukum tertentu. Dapat pula terjadi seseorang dinyatakan tidak wenang melakukan perbuatan hukum tertentu karena menurut undang-undang, orang tersebu tidak memenuhi kualifikasi atau persyaratan tertentu. Contoh: UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 55 yang berbunyi: “ Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali di pasar sekunder. Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum”. Pasal 56: “(1) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. (2) Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum”.
d. Batal Demi Hukum Karena Ada Syarat Batal yang Terpenuhi
Syarat batal dalam sebuah perjanjian adalah suatu peristiwa atau fakta tertentu
yang belum tentu akan terjadi di masa depan, namun para pihak dalam perjanjian itu sepakat bahwa bila peristiwa atau fakta tersebut benar terjadi maka perjanjian tersebut menjadi batal. Syarat batal ini merupakan kebalikan dari syarat tangguh, yang apabila peristiwa atau fakta yang belum tentu terjadi di masa depan itu benar terjadi adanya maka justru membuat lahirnya perjanjian yang bersangkutan. Ketentuan tentang kedua syarat ini diatur dalam Pasal 1253 KUH Perdata yang menyebut bahwa “Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristiwa itu”. Perjanjian bersyarat yang pelaksanaannya semata-mata digantungkan pada kemauan orang yang membuat perjanjian itu menurut Pasal 1256 KUH Perdata adalah batal demi hukum. Pasal 1256 KUH Perdata menegaskan bahwa “Semua perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata tergantung pada kemauan orang yang terikat. Tetapi jika perikatan tergantung pada suatu perbuatan yang pelaksanaannya berada dalam kekuasaan orang tersebut, dan perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan itu adalah sah”. Alasan dari ketentuan ini masuk akal mengingat bahwa mengharapkan terjadinya suatu perjanjian
semata-mata hanya pada kehendak atau kemauan seseorang merupakan hal aneh kalau tak dapat disebut sia-sia, sebab perjanjian seperti itu tidak akan terjadi bila orang itu tidak menghendakinya.
Demikian pula bila perjanjian memuat syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau bahkan yang dilarang oleh undang-undang, adalah batal demi hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1254 KUH Perdata yang berbunyi “Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh UU adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku”.
E. Hukum Dagang
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Perkembangan Hukum Dagang di Dunia
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan .
KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran
Sumber :
http://www.forumbebas.com/thread-90686.html
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/pengertian-definisi-hukum-dagang.html
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/sejarah-perkembangan-hukum-dagang.html
Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Selain itu arti perjanjian yng lain adalah persetujuan antara dua orang atau lebih, dalam bentuk tertulis yang dibubuhi materai, yang meliputi hak dan kewajiban timbal balik, masing-masing pihak menerima tembusan perjanjian itu sebagai tanda bukti keikutsertaannya dalam perjanjian itu.
B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1. adanya kesepakatan di antara mereka yang mengikatkan dirinya. Hal ini maksudnya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat. Kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan/kekhilafan atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan;
2. adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Maksudnya, cakap adalah orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Sedangkan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu:
- Orang-orang yang belum dewasa. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, orang belum dewasa adalah anak di bawah umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan;
- Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPer,yaitu orang yang telah dewasa tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros;
- Orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu,misalnya, orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan. Jika pihak dalam suatu perjanjian kredit adalah suatu perseroan terbatas (PT) maka syarat kecakapan ini terpenuhi apabila PT tersebut telah disahkan oleh menteri kehakiman dan telah didaftarkan dalam daftar perusahaan serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.
3. adanya suatu hal tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan;
4. adanya suatu sebab yang halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Dalam ilmu hukum, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena mengenai objek yang diperjanjikan dalam perjanjian.
Jika syarat-syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat.
Sedangkan, kalau syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim (pengadilan).
C. Jenis Jenis Perjanjian
Jenis- Jenis Perjanjian ada dua, yaitu :
1. Perjanjian yang dikenal dengan nama khusus
2. Perjanjian yang tidak dikenal dengan nama khusus. Contohnya: Sewa beli, Bank Garansi, Novasi
1. Perjanjian yang dikenal dengan nama khusus
Perjanjian yang diatur secara khusus di dalam undang-undang dan diberi nama resmi di dalam undang-undang, disebut juga perjanjian khusus.
a. Buku III Titel 5-18 KUH Perdata
- Jual Beli - Penghibahan
- Tukar Menukar - Penitipan Barang
- Sewa menyewa - Pinjam Pakai
- Sewa Beli - Pinjam Meminjam
- Perjanjian untuk melakukan pekerjaan - Perjanjian untung-untungan
- Pengangkutan - Pemberian Kuasa
- Persekutuan - Penanggungan Utang
- Perkumpulan - Arbitrase
- Perdamaian
b. KUHD
- Jual Beli Perniagaan - Asuransi/pertanggungan
- Persekutuan Perniagaan - Pengangkutan
- Perjanjian Perwakilan Khusus - Perjanjian dengan surat berharga
c. UU Khusus
- PT - Koperasi
- Yayasan - Pengangkutan
3. Perjanjian Tidak Bernama (innominat kontrak)
Perjanjian yang belum diatur dalam UU dan belum diberi nama resmi :
a. Perjanjian Campuran
Perjanjian yang didalamnya terkandung unsur dari berbagai perjanjian bernama lain
• Perjanjian beli sewa
• BOT (pemerintah dengan investor)
b. Contractus Sui Generis (Mempunyai Sifat Khusus)
Terkandung unsur dari perjanjian lain tapi sudah bercampur sedemikian rupa sehingga memberikan karakter yang khas.
Masyarakat yang terus berkembang menyebabkan perjanjian tak bernama semakin banyak.
D. Hal- Hal Yang Menyebabkan Batalnya Perjanjian
Dalam konteks Hukum Perjanjian Indonesia menurut KUH Perdata, terdapat beberapa alasan untuk membatalkan perjanjian. Alasan itu dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut :
a. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk
jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum;
b. Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yang berakibat:
1. Perjanjian batal demi hukum
2. Perjanjian dapat dibatalkan
c. Terpenuhinya syarat batal pada jenis perjanjian yang bersyarat
d. Pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar actio pauliana
e. Pembatalan oleh pihak yang diberi wewenang khusus berdasarkan undang- undang.
• Perjanjian Batal Demi Hukum (Null and Void; Nietig)
Apabila perjanjian batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian, dan dengan demikian tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang membuat perjanjian semacam itu, yakni melahirkan perikatan hukum, telah gagal. Jadi, tidak ada dasar untuk saling menuntut di muka hakim.
Berikut ini restatement tentang alasan mengapa perjanjian batal demi hukum, yaitu :
a. Batal Demi Hukum Karena Syarat Perjanjian Formil Tidak Terpenuhi
Pada perjanjian yang tergolong sebagai perjanjian formil, tidak dipenuhinya ketentuan hukum tentang, misalnya bentuk atau format perjanjian, cara pembuatan perjanjian, atau pun cara pengesahan perjanjian, sebagaimana diwajibkan melalui peraturan perundang-undangan, berakibat perjanjian formil batal demi hukum. Ahli hukum memberikan pengertian perjanjian formil sebagai perjanjian yang tidak hanya didasarkan pada adanya kesepakatan para pihak, tetapi oleh undang-undang juga disyaratkan adanya formalitas tertentu yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut sah demi hukum. Formalitas tertentu itu, misalnya tentang bentuk atau format perjanjian yang harus dibuat dalam bentuk tertentu, yakni dengan akta otentik ataupun akta di bawah tangan. Akta otentik yang dimaksud adalah akta yang dibuat oleh notaris atau pejabat hukum lain yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik menurut undang-undang. Beberapa contoh perjanjian di bidang Hukum Kekayaan yang harus dilakukan dengan Akta Notaris sebagai berikut.
- Hibah, kecuali pemberian benda bergerak yang bertubuh atau surat penagihan utang atas tunjuk dari tangan ke tangan: Pasal 1682 dan 1687 KUH Perdata.
- Pendirian perseroan terbatas: Pasal 7 butir 1 UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. Batal Demi Hukum Karena Syarat Objektif Sahnya Perjanjian Tidak Terpenuhi
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian harus ada
suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Keduanya sering disebut sebagai syarat objektif untuk sahnya perjanjian. Syarat objektif pertama, yaitu suatu hal tertentu diartikan oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Herlien Boediono sebagai objek atau pokok perjanjian, atau apa yang menjadi hak dari kreditor dan kewajiban bagi debitor menurut Subekti.Objek perjanjian berupa barang, sebagaimana disebut dalam Pasal 1332, 1333, dan 1334 ayat (1). Berdasarkan Pasal 1332 dan 1333 KUH Perdata, jelaslah bahwa untuk sahnya perjanjian maka objeknya haruslah tertentu, atau setidaknya cukup dapat ditentukan. Objek perjanjian tersebut dengan demikian haruslah:
1. Dapat diperdagangkan;
2. Dapat ditentukan jenisnya;
3. Dapat dinilai dengan uang, dan
4. Memungkinkan untuk dilakukan/dilaksanakan.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi “Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.
c. Batal Demi Hukum Karena Dibuat oleh Orang yang Tidak Berwenang Melakukan Perbuatan Hukum
Ketidakcakapan seseorang untuk melakukan tindakan hukum (handelingsonbekwaamheid) harus dibedakan dengan ketidakwenangan seseorang untuk melakukan tindakan hukum (handelingsonbevoegdheid). Mereka yang tidak berwenang melakukan tindakan hukum adalah orang-orang yang oleh undang- undang dilarang melakukan tindakan hukum tertentu. Jadi, seseorang yang oleh undang-undang dikualifikasi sebagai tidak berwenang melakukan tindakan hukum tertentu, tidak berarti bahwa ia juga tidak cakap. Dengan kata lain, orang yang menurut undang-undang adalah cakap atau mampu melakukan tindakan hukum ternyata dapat tergolong sebagai tidak berwenang melakukan tindakan hukum tertentu menurut undang-undang. Perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut undangundang dinyatakan tidak berwenang, berakibat batal demi hukum. Artinya, ketentuan dalam undang-undang tertentu yang menyatakan bahwa orang atau pihak tertentu tidak berwenang, merupakan aturan hukum yang bersifat memaksa sehingga tidak dapat disimpangi. Orang atau pihak tersebut adalah mereka yang karena jabatan atau pekerjaannya, berdasarkan undang-undang tertentu, dikategorikan tidak berwenang melakukan perbuatan hukum tertentu. Dapat pula terjadi seseorang dinyatakan tidak wenang melakukan perbuatan hukum tertentu karena menurut undang-undang, orang tersebu tidak memenuhi kualifikasi atau persyaratan tertentu. Contoh: UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 55 yang berbunyi: “ Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali di pasar sekunder. Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum”. Pasal 56: “(1) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. (2) Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum”.
d. Batal Demi Hukum Karena Ada Syarat Batal yang Terpenuhi
Syarat batal dalam sebuah perjanjian adalah suatu peristiwa atau fakta tertentu
yang belum tentu akan terjadi di masa depan, namun para pihak dalam perjanjian itu sepakat bahwa bila peristiwa atau fakta tersebut benar terjadi maka perjanjian tersebut menjadi batal. Syarat batal ini merupakan kebalikan dari syarat tangguh, yang apabila peristiwa atau fakta yang belum tentu terjadi di masa depan itu benar terjadi adanya maka justru membuat lahirnya perjanjian yang bersangkutan. Ketentuan tentang kedua syarat ini diatur dalam Pasal 1253 KUH Perdata yang menyebut bahwa “Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristiwa itu”. Perjanjian bersyarat yang pelaksanaannya semata-mata digantungkan pada kemauan orang yang membuat perjanjian itu menurut Pasal 1256 KUH Perdata adalah batal demi hukum. Pasal 1256 KUH Perdata menegaskan bahwa “Semua perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata tergantung pada kemauan orang yang terikat. Tetapi jika perikatan tergantung pada suatu perbuatan yang pelaksanaannya berada dalam kekuasaan orang tersebut, dan perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan itu adalah sah”. Alasan dari ketentuan ini masuk akal mengingat bahwa mengharapkan terjadinya suatu perjanjian
semata-mata hanya pada kehendak atau kemauan seseorang merupakan hal aneh kalau tak dapat disebut sia-sia, sebab perjanjian seperti itu tidak akan terjadi bila orang itu tidak menghendakinya.
Demikian pula bila perjanjian memuat syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau bahkan yang dilarang oleh undang-undang, adalah batal demi hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1254 KUH Perdata yang berbunyi “Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh UU adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku”.
E. Hukum Dagang
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Perkembangan Hukum Dagang di Dunia
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan .
KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran
Sumber :
http://www.forumbebas.com/thread-90686.html
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/pengertian-definisi-hukum-dagang.html
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/sejarah-perkembangan-hukum-dagang.html
Sabtu, 19 Maret 2011
subjek dan objek hukum
NAMA : YUNITA TRISYANI
NPM : 24209995
KELAS :2EB11
Subjek dan Objek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban. Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan menjadi objek hukum dalam suatu hubungan hukum dan semua benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang terletak di wilayah hukum Indonesia.
Subjek Hukum
Subjek hukum menyangkut manusia dan badan hukum. Subjek hukum manusia yaitu setiap orang dari lahir hingga meninggal dunia yang mempunyai hak dan kewajiban. Sedangkan subjek hukum badan hukum yaitu suatu perkumpulan yang mempunyai tujuan tertentu yang didirikan oleh hukum itu sendiri.
Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum menikah, dan belum dewasa
2. Orang yang berada dalam pengampunan seperti orang sakit ingatan dan pemabok.
Syarat syarat yang di tentukan oleh hukum untuk badan hukum yaitu :
a) Memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggotanya
b) Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya
c) Badan Hukum sebagai subyek hukum
• Badan hukum publik, didirikan dan diatur berdasarkan hukum publik: Desa, Kabupaten, Propinsi, Negara dan instansi pemerintahan
• Badan hukum privat, didirikan dan diatur berdasarkan hukum privat: PT, CV, Firma, Yayasan, Koperasi dll
Ciri-ciri umum badan hukum
• Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota/pengurus
• Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari pribadi anggota/pengurus
• Memiliki tujuan
• Berkesinambungan
Teori badan hukum
• Teori fiksi: Badan hukum merupakan buatan negara, yang dianggap sama seperti manusia
• Teori kekayaan bertujuan: Badan hukum memiliki kekayaan dengan tujuan tertentu, yang terpisah dari kekayaan pengurus/anggotanya
• Teori organ: Badan hukum memiliki alat untuk mengelola, yang terdiri dari para pengurusnya
• Teori pemilikan bersama: Hak dan kewajiban serta harta kekayaan badan hukum merupakan milik bersama para pengurus dan anggotanya
Objek Hukum
Segala sesuatu yang bermanfaat bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum
Benda, segala barang yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai ekonomis
Klasifikasi benda
• Benda berwujud dan tidak berwujud
• Benda bergerak dan tidak bergerak
• Benda berwujud, segala sesuatu yang dapat dilihat, diraba dan dicapai oleh panca indera
• Benda tidak berwujud, sifat yang melekat pada benda berupa hak yang memberikan nilai ekonomis kepada pemiliknya
• Benda bergerak, segala benda yang karena sifatnya, tujuannya atau penetapan undang-undang dapat berpindah / dipindahkan
• Benda tidak bergerak, setiap benda yang karena sifatnya, tujuannya atau penetapan undang-undang tidak dapat berpindah / dipindahkan
Sumber :
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2109093-badan-hukum-sebagai-subyek-hukum/
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/46905aebe07908ddd40dd1fbfe4f7a1f9ac87e18.pdf
NPM : 24209995
KELAS :2EB11
Subjek dan Objek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban. Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan menjadi objek hukum dalam suatu hubungan hukum dan semua benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang terletak di wilayah hukum Indonesia.
Subjek Hukum
Subjek hukum menyangkut manusia dan badan hukum. Subjek hukum manusia yaitu setiap orang dari lahir hingga meninggal dunia yang mempunyai hak dan kewajiban. Sedangkan subjek hukum badan hukum yaitu suatu perkumpulan yang mempunyai tujuan tertentu yang didirikan oleh hukum itu sendiri.
Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum menikah, dan belum dewasa
2. Orang yang berada dalam pengampunan seperti orang sakit ingatan dan pemabok.
Syarat syarat yang di tentukan oleh hukum untuk badan hukum yaitu :
a) Memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggotanya
b) Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya
c) Badan Hukum sebagai subyek hukum
• Badan hukum publik, didirikan dan diatur berdasarkan hukum publik: Desa, Kabupaten, Propinsi, Negara dan instansi pemerintahan
• Badan hukum privat, didirikan dan diatur berdasarkan hukum privat: PT, CV, Firma, Yayasan, Koperasi dll
Ciri-ciri umum badan hukum
• Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota/pengurus
• Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari pribadi anggota/pengurus
• Memiliki tujuan
• Berkesinambungan
Teori badan hukum
• Teori fiksi: Badan hukum merupakan buatan negara, yang dianggap sama seperti manusia
• Teori kekayaan bertujuan: Badan hukum memiliki kekayaan dengan tujuan tertentu, yang terpisah dari kekayaan pengurus/anggotanya
• Teori organ: Badan hukum memiliki alat untuk mengelola, yang terdiri dari para pengurusnya
• Teori pemilikan bersama: Hak dan kewajiban serta harta kekayaan badan hukum merupakan milik bersama para pengurus dan anggotanya
Objek Hukum
Segala sesuatu yang bermanfaat bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum
Benda, segala barang yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai ekonomis
Klasifikasi benda
• Benda berwujud dan tidak berwujud
• Benda bergerak dan tidak bergerak
• Benda berwujud, segala sesuatu yang dapat dilihat, diraba dan dicapai oleh panca indera
• Benda tidak berwujud, sifat yang melekat pada benda berupa hak yang memberikan nilai ekonomis kepada pemiliknya
• Benda bergerak, segala benda yang karena sifatnya, tujuannya atau penetapan undang-undang dapat berpindah / dipindahkan
• Benda tidak bergerak, setiap benda yang karena sifatnya, tujuannya atau penetapan undang-undang tidak dapat berpindah / dipindahkan
Sumber :
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2109093-badan-hukum-sebagai-subyek-hukum/
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/46905aebe07908ddd40dd1fbfe4f7a1f9ac87e18.pdf
Minggu, 27 Februari 2011
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
HUKUM PERDATA di INDONESIA
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Buku Kesatu - Orang
Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
• Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
• Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil
• Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
• Bab IV - Tentang perkawinan
• Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
• Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
• Bab VII - Tentang perjanjian kawin
• Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
• Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
• Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
• Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
• Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
• Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
• Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
• Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
• Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
• Bab XVI - Tentang pendewasaan
• Bab XVII - Tentang pengampuan
• Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran
2. Buku Kedua - Benda/Barang
Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku.
• Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
• Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
• Bab III - Tentang hak milik
• Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
• Bab V - Tentang kerja rodi
• Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
• Bab VII - Tentang hak numpang karang
• Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
• Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
• Bab X - Tentang hak pakai hasil
• Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
• Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
• Bab XIII - Tentang surat wasiat
• Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
• Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
• Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
• Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
• Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
• Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
• Bab XX - Tentang gadai
• Bab XXI - Tentang hipotek
3. Buku Ketiga - Perikatan
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
• Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
• Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
• Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
• Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
• Bab V - Tentang jual-beli
• Bab VI - Tentang tukar-menukar
• Bab VII - Tentang sewa-menyewa
• Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
• Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
• Bab IX - Tentang badan hukum
• Bab X - Tentang penghibahan
• Bab XI - Tentang penitipan barang
• Bab XII - Tentang pinjam-pakai
• Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
• Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
• Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
• Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
• Bab XVII - Tentang penanggung
• Bab XVIII - Tentang perdamaian
4. Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement / HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
• a. Surat-surat
• b. Kesaksian
• c. Persangkaan
• d. Pengakuan
• e. Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
• Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
• Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
• Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
• Bab IV - Tentang persangkaan
• Bab V - Tentang pengakuan
• Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
• Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya
SUMBER : WIKIPEDIA INDONESIA
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Buku Kesatu - Orang
Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
• Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
• Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil
• Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
• Bab IV - Tentang perkawinan
• Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
• Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
• Bab VII - Tentang perjanjian kawin
• Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
• Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
• Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
• Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
• Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
• Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
• Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
• Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
• Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
• Bab XVI - Tentang pendewasaan
• Bab XVII - Tentang pengampuan
• Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran
2. Buku Kedua - Benda/Barang
Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku.
• Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
• Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
• Bab III - Tentang hak milik
• Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
• Bab V - Tentang kerja rodi
• Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
• Bab VII - Tentang hak numpang karang
• Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
• Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
• Bab X - Tentang hak pakai hasil
• Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
• Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
• Bab XIII - Tentang surat wasiat
• Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
• Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
• Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
• Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
• Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
• Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
• Bab XX - Tentang gadai
• Bab XXI - Tentang hipotek
3. Buku Ketiga - Perikatan
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
• Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
• Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
• Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
• Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
• Bab V - Tentang jual-beli
• Bab VI - Tentang tukar-menukar
• Bab VII - Tentang sewa-menyewa
• Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
• Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
• Bab IX - Tentang badan hukum
• Bab X - Tentang penghibahan
• Bab XI - Tentang penitipan barang
• Bab XII - Tentang pinjam-pakai
• Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
• Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
• Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
• Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
• Bab XVII - Tentang penanggung
• Bab XVIII - Tentang perdamaian
4. Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement / HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
• a. Surat-surat
• b. Kesaksian
• c. Persangkaan
• d. Pengakuan
• e. Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
• Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
• Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
• Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
• Bab IV - Tentang persangkaan
• Bab V - Tentang pengakuan
• Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
• Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya
SUMBER : WIKIPEDIA INDONESIA
Jumat, 07 Januari 2011
harapan untuk koperasi di Indonesia
Pengertian / Definisi Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum dengan melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sehingga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
A. Sejarah Gerakan Koperasi
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan prinsip koperasi.
1. Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh R.Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Pada tanggal 12 juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan konggres koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal dilaksanakannya konggres ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Logo Koperasi
2. Lambang Koperasi Indonesia
Lambang Koperasi Indonesia memiliki arti sebagai berikut:
a. Rantai melambangkan persahabatan yang kokoh.
b. Gigi Roda melambangkan usaha/karya yang terus menerus.
c. Kapas dan Padi melambangkan kemakmuran rakyat yang diusahakan oleh Koperasi.
d. Timbangan melambangkan keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi.
e. Bintang dalam perisai melambangkan Pancasila sebagai landasan ideal koperasi.
f. Pohon beringin melambangkan sifat kemasyarakatan dan kepribadian Indonesia yang kokoh berakar.
g. Tuliasan Koperasi Indonesia melambangkan kepribadian koperasi rakyat Indonesia.
h. Warna merah dan putih melambangkan sifat nasional Indonesia.
B. Pentingnya Koperasi Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Koperasi meningkatkan pada kesejahteraan anggotanya. Keuntugan yang diperoleh dibagikan kepada anggotanya dalam bentuk SHU. Secara lengkap pentingnya Koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat dilihat dalam tujuan, manfaat, prinsip, kelengkapan, jenis dan modal koperasi.
1. Tujuan Koperasi
Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Hal ini diperoleh dengan adanya pembagian Sisa Hasil Usaha(SHU) kepada para anggotanya. Tujuan koperasi ini membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya. Secara umum badan usaha lainnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya.
2. Manfaat Koperasi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi:
a. Memenuhi kebutuhan anggotanya dengan harga yang relatif murah.
b. Memberikan kemudahan bagi anggotanya untuk memperoleh modal usaha.
c. Memberikan keuntungan bagi anggotanya melalui Sisa Hasil Usaha (SHU).
d. Mengembangkan usaha anggota koperasi.
e. Meniadakan praktik rentenir.
3. Prinsip Koperasi
Menurut UU No 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi yaitu:
a. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara Demokratis.
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masung anggota(andil anggota tersebut dalam koperasi).
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
e. Kemandirian.
f. Pendidikan perkoperasian.
g. Kerjasama antar koperasi.
4. Kelengkapan Koperasi
Susunan koperasi berikut ini:
a. Anggota, anggota koperasi meliputi:
1. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi.
2. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup yang lebih luas.
b. Pengurus koperasi, dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota, tugas pengurus koperasi, mengelola koperasi dan anggotanya, mengajukan rancangan kerja koperasi, dan membuat laporan keuangan dan pertanggung jawabannya.
c. Pengawas Koperasi
pengawas koperasi bertugas untuk mengawasi jalannya koperasi.
d. Rapat Anggota
Rapat anggota menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan pengawas dalam hal pengelolaan koperasi. Rapat anggota juga menetapkan anggaran dasar, mengesahkan rencana kerja, menetapkan pembagian SHU, serta memilih mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi.
5. Jenis-Jenis Koperasi
Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen,koperasi produsen,dan koperasi kredit usaha (jasa keuangan). Koperasi dapt pula dikelompokkan berdasarkan jenis usahanya, yaitu sebagai berikut:
a. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang melayani kegiatan peminjaman dan penyimpanan uang para anggotanya.
b. Koperasi konsumsi adalah koperasi yang usahanya memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota koperasi.
c.Koperasi produksi adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan produk dan kemudian dijual atau dipasarkan melalui koperasi.
Berdasarkan keanggotaanyan, koperasi dapat dibedakan menjadi berikut:
a. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat pedesaan dan melayani kebutuhannya, terutama kebutuhan dibidang pertanian.
b. Koperasi Pasar adalah koperasi yang beranggotakan pedagang pasar.
c. Koperasi Sekolah adalah koperasi yang beranggotakan siswa-siswa sekolah, karyawan sekolah dan guru.
d. Koperasi pegawai Negeri adalah koperasi yang beranggotakan pegawai negeri.
6. Sumber Modal Koperasi
Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman .
a. Modal sendiri
1. Simpanan pokok
2. Simpanan wajib
3. Dana cadangan
4. Hibah
b. Modal pinjaman
1. Anggota dan calon anggota
2. Koperasi lainnya/ anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi
3. Bank atau lembaga keuangan lainnya
4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
5. Sumber lain yang sah
Analisis Pengembangan Koperasi
Organisasi koperasi sebagai suatu sistem merupakan salah satu sub sistem dalam perekonomian masyarakat. Organisasi koperasi hanyalah merupakan suatu unsur dari unsur-unsur yang lainnya yang ada dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dan saling berhubungan, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga merupakan satu kesatuan yang komplek. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, organisasi koperasi sebagai sistem terbuka tidak dapat terlepas dari pengaruh dan ketergantungan lingkungan, baik lingkungan luar seperti ekonomi pasar, sosial budaya, pemerintah, teknologi dan sebagainya maupun lingkungan dalam seperti kelompok koperasi, perusahaan koperasi, kepentingan anggota dan sebagainya.
Analisis lingkungan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perencanaan strategi perusahaan dalam menentukan peluang maupun ancaman terhadap perusahaan itu sendiri. Dari hasil analisis tersebut perusahaan dapat mendiagnosis lingkungan dan mengambil suatu kebijaksanaan strategis yang berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Analisis lingkungan Koperasi dapat dilakukan dengan pendekatan Analisis SWOT.
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya analisis lingkungan bagi pengembangan koperasi yang ditujukan untuk :
1. Menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang merupakan kendala terhadap pelaksanaan strategi dan tujuan perusahaan yang sekarang.
2. menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang akan memberi peluang pencapaian tujuan yang lebih besar dengan cara menyesuaikan dengan strategi perusahaan. Juga penting bahwa analisis perlu mengenali resiko yang melekat padanya yang berkenan dengan percobaan untuk mengambil keuntungan dari peluang. Biasanya selalu terdapat ancaman dalam setiap peluang
Pengembangan Koperasi Dengan Analisis SWOT Kotler (1997 : 399) memberikan penjelasan tentang mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sebagai berikut : analisis internal merupakan proses dengan mana perencanaan strategi mengkaji pemasaran, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan perusahaan, serta faktor keuangan dan akuntansi untuk menentukan dimana perusahaan mempunyai kemampuan yang penting, sehingga perusahaan memanfaatkan peluang dengan cara yang paling efektif dapat menangani ancaman didalam lingkungan. Sedangkan faktor tertentu dalam lingkungan eksternal dapat menyediakan dasar-dasar bagi manajer untuk mengantisipasi peluang dan merencanakan tanggapan yang tepat sesuai dengan peluang yang ada, dan juga membantu manajer untuk melindungi perusahaan terhadap anacaman atau mengembangkan srategi yang tepat yang dapat merubah ancaman menjadi bermanfaat bagi perusahaan. Stoner (1994) menyatakan dalam satu lingkungan eksternal dapat menimbulkan ancaman, beliau mengelompokkan lingkungan ekstern kedalam 2 (dua) kelompok yaitu :
1. lingkungan luar mempunyai unsur-unsur langsung dan tidak langsung. Contoh unsur-unsur tindakan langsung adalah pelanggan, pemerintah, pesaing, serikat pekerja, pemasok, dan lembaga keuangan.
2. Unsur-unsur tindakan tidak langsung, antara lain : teknologi, ekonomi, dan politik masyarakat.
Kotler (1997 : 398) mengemukakan bahwa mengidentifikasi peluang dan ancaman dapat diuraikan sebagai berikut : disini seorang manejer akan berusaha
mengidentifikasi peluang dan acaman apa saja yang sedang dan akan dialami. Kedua hal ini merupakan faktor luar yang dapat mempengaruhi masa depan bisnis, sehingga memang perlu untuk dicatat. Dengan demikian setia pihak yang berkepentingan akan terangsang untuk menyiapakan tindakan, baik peluang maupun ancaman perlu diberikan urutan sedemikian rupa sehingga perhatian khusus dapat diberikan kepada yang lebih penting dan mendesak.
Pengembangan koperasi dalam analisis SWOT menurut Freddy Rangkuti (1997) sub-sub bagian dari analisis SWOT meliputi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan berbagai indikator.
1. Kekuatan dengan indikator :
a. Telah memiliki badan hukum.
b. Stukur organisasi yang sesuai dengan eksistensi koperasi.
c. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela.
d. kekurangan pelanggan cukup kecil.
e. Biaya rendah.
f. Kepengurusan yang demokratis.
g. Banyaknya unit usaha yang dikelola.
2. Kelemahan dengan indikator :
a. Lemahnya stuktur permodalan koperasi.
b. Lemahnya dalam pengelolaan/manajemen usaha.
c. Kurang pengalaman usaha.
d. Tingkat kemampuan dan profesionalisme SDM koperasi belum memadai.
e. Kurangnya pengetahuan bisnis para pengelola koperasi.
f. Pengelola yang kurang inovatif.
g. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang usaha yang dilakukan.
h. Kurang dalam penguasaan teknologi.
i. Sulit menentukan bisnis inti.
j. Kurangnya kesadaran anggota akan hak dan kewajibannya (partisipasi anggota rendah).
3. Peluang dengan indikator
a. Adanya aspek pemerataan yang diprioritaskan oleh pemerintah.
b. Undang-Undang nomor 25 tahun 1992, memungkinkan konsolidasi koperasi primer ke dalam koperasi sekunder.
c.Kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan berkembangnya tuntutan masyarakat untuk lebih membangun koperasi.
d. Kondisi ekonomi cukup mendukung eksistensi koperasi.
e. Perekonomian dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin terbukanya pasar internasional bagi hasil koperasi Indonesia.
f. Industrialisasi membuka peluang usaha di bidang agrobisnis, agroindustri dan industri pedesaan lainnya.
g. Adanya peluang pasar bagi komoditas yang dihasilkan koperasi.
h. Adanya investor yang ingin bekerjasama dengan koperasi.
i. Potensi daerah yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan koperasi.
j. Dukungan kebijakan dari pemerintah.
k. Undang-Undang nomor 12 tahun 1992, tentang sistem budidaya tanaman mendorong diversifikasi usaha koperasi.
l. Daya beli masyarakat tinggi.
4. Ancaman dengan indikator :
a. Persaingan usaha yang semakin ketat.
b. Peranan Iptek yang makin meningkat.
c. Masih kurangnya kepercayaan untuk saling bekerjasama dengan pelaku ekonomi lain dan antar koperasi.
d. Terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi secara nasional bagi koperasi.
e. Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi serta kurangnya kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.
f. Pasar bebas.
g. Kurang memadainya prasarana dan sarana yang tersedia di wilayah tertentu, misalnya lembaga keuangan, produksi dan pemasaran.
h. Kurang efektifnya koordinasi dan sinkronasi dalam pelaksanaan program pembinaan koperasi antar sektor dan antar daerah.
i. Persepsi yang berbeda dari aparat pembina koperasi.
j. Lingkungan usaha yang tidak kondusif.
k. Anggapan masyarakat yang masih negatif terhadap koperasi.
l. Tarif harga yang ditetapkan pemerintah.
m. Menurunnya daya beli masyarakat. koperasi
Kesimpulan Pengembangan koperasi dengan menggunakan analisis SWOT :
1. Tujuh indikator kekuatan dan dua belas indikator peluang yang telah diuraikan diatas dapat membantu pengurus dan pengelola untuk mengimplementasikannnya dalam rangka pengembangan dan keberhasilan koperasi
2. Unsur-unsur kelemahan yang ada supaya mendapat perhatian yang serius baik oleh pengurus dan pengelola maupun oleh para anggota, sehingga resiko yang timbul akibat dari kelemahan-kelemahan tersebut dapat diminimalisasikan sehingga keberhasilan dan pengembangan koperasi dapat tercapai.
3. Perlu bagi pengurus dan pengelola untuk dapat mengantisipasi ancaman agar dapat hidup dan berkembang serta dapat mewujudkan keberhasilan yang diharapkan . (Galeriukm)
*Harapan dari Peran Koperasi
Koperasi yang bergerak terorganisasi, terbuka dan demokratis bisa memberikan keuntungan sosial – ekonomis dan bermanfaat bagi anggotanya;
Anggota mendapatkan pelayanan yang lebih baik dibandingkan di pasar umum;
Koperasi yang bergerak luwes dapat disesuaikan dengan kebutuhan anggota;
Kelompok masyarakat ekonomi lemah dapat memperbaiki situasi sosial-ekonominya.
*Harapan koperasi diNegara Berkembang
Pertumbuhan koperasi dipandang sebagai instrumen bagi pembangunan ekonomi, sosial dan budaya;
Pemerintah memberikan kebijakan koperasi mendapatkan bantuan teknis, keuangan, manajerial tanpa mempengaruhi kemandiriannya;
Koperasi dilibatkan dalam pengambilan kebijakan;
Gerakan koperasi didorong untuk melakukan kerjasama dengan organisasi yang memiliki tjuan yang sama;
Koperasi dilibatkan dalam perencanaan ekonomi nasional.
sumber :
*Uus Manzilatusifa, Educare, Jurnal Pendidikan Dan Budaya
*http://syadiashare.com/pengertian-sejarah-lambang-gerakan-koperasi.html
*sadikun.blogdetik.com/files/2010/07/ekonomi-koperasi.ppt
A. Sejarah Gerakan Koperasi
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan prinsip koperasi.
1. Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh R.Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Pada tanggal 12 juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan konggres koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal dilaksanakannya konggres ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Logo Koperasi
2. Lambang Koperasi Indonesia
Lambang Koperasi Indonesia memiliki arti sebagai berikut:
a. Rantai melambangkan persahabatan yang kokoh.
b. Gigi Roda melambangkan usaha/karya yang terus menerus.
c. Kapas dan Padi melambangkan kemakmuran rakyat yang diusahakan oleh Koperasi.
d. Timbangan melambangkan keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi.
e. Bintang dalam perisai melambangkan Pancasila sebagai landasan ideal koperasi.
f. Pohon beringin melambangkan sifat kemasyarakatan dan kepribadian Indonesia yang kokoh berakar.
g. Tuliasan Koperasi Indonesia melambangkan kepribadian koperasi rakyat Indonesia.
h. Warna merah dan putih melambangkan sifat nasional Indonesia.
B. Pentingnya Koperasi Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Koperasi meningkatkan pada kesejahteraan anggotanya. Keuntugan yang diperoleh dibagikan kepada anggotanya dalam bentuk SHU. Secara lengkap pentingnya Koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat dilihat dalam tujuan, manfaat, prinsip, kelengkapan, jenis dan modal koperasi.
1. Tujuan Koperasi
Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Hal ini diperoleh dengan adanya pembagian Sisa Hasil Usaha(SHU) kepada para anggotanya. Tujuan koperasi ini membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya. Secara umum badan usaha lainnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya.
2. Manfaat Koperasi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi:
a. Memenuhi kebutuhan anggotanya dengan harga yang relatif murah.
b. Memberikan kemudahan bagi anggotanya untuk memperoleh modal usaha.
c. Memberikan keuntungan bagi anggotanya melalui Sisa Hasil Usaha (SHU).
d. Mengembangkan usaha anggota koperasi.
e. Meniadakan praktik rentenir.
3. Prinsip Koperasi
Menurut UU No 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi yaitu:
a. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara Demokratis.
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masung anggota(andil anggota tersebut dalam koperasi).
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
e. Kemandirian.
f. Pendidikan perkoperasian.
g. Kerjasama antar koperasi.
4. Kelengkapan Koperasi
Susunan koperasi berikut ini:
a. Anggota, anggota koperasi meliputi:
1. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi.
2. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup yang lebih luas.
b. Pengurus koperasi, dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota, tugas pengurus koperasi, mengelola koperasi dan anggotanya, mengajukan rancangan kerja koperasi, dan membuat laporan keuangan dan pertanggung jawabannya.
c. Pengawas Koperasi
pengawas koperasi bertugas untuk mengawasi jalannya koperasi.
d. Rapat Anggota
Rapat anggota menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan pengawas dalam hal pengelolaan koperasi. Rapat anggota juga menetapkan anggaran dasar, mengesahkan rencana kerja, menetapkan pembagian SHU, serta memilih mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi.
5. Jenis-Jenis Koperasi
Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen,koperasi produsen,dan koperasi kredit usaha (jasa keuangan). Koperasi dapt pula dikelompokkan berdasarkan jenis usahanya, yaitu sebagai berikut:
a. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang melayani kegiatan peminjaman dan penyimpanan uang para anggotanya.
b. Koperasi konsumsi adalah koperasi yang usahanya memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota koperasi.
c.Koperasi produksi adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan produk dan kemudian dijual atau dipasarkan melalui koperasi.
Berdasarkan keanggotaanyan, koperasi dapat dibedakan menjadi berikut:
a. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat pedesaan dan melayani kebutuhannya, terutama kebutuhan dibidang pertanian.
b. Koperasi Pasar adalah koperasi yang beranggotakan pedagang pasar.
c. Koperasi Sekolah adalah koperasi yang beranggotakan siswa-siswa sekolah, karyawan sekolah dan guru.
d. Koperasi pegawai Negeri adalah koperasi yang beranggotakan pegawai negeri.
6. Sumber Modal Koperasi
Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman .
a. Modal sendiri
1. Simpanan pokok
2. Simpanan wajib
3. Dana cadangan
4. Hibah
b. Modal pinjaman
1. Anggota dan calon anggota
2. Koperasi lainnya/ anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi
3. Bank atau lembaga keuangan lainnya
4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
5. Sumber lain yang sah
Analisis Pengembangan Koperasi
Organisasi koperasi sebagai suatu sistem merupakan salah satu sub sistem dalam perekonomian masyarakat. Organisasi koperasi hanyalah merupakan suatu unsur dari unsur-unsur yang lainnya yang ada dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dan saling berhubungan, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga merupakan satu kesatuan yang komplek. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, organisasi koperasi sebagai sistem terbuka tidak dapat terlepas dari pengaruh dan ketergantungan lingkungan, baik lingkungan luar seperti ekonomi pasar, sosial budaya, pemerintah, teknologi dan sebagainya maupun lingkungan dalam seperti kelompok koperasi, perusahaan koperasi, kepentingan anggota dan sebagainya.
Analisis lingkungan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perencanaan strategi perusahaan dalam menentukan peluang maupun ancaman terhadap perusahaan itu sendiri. Dari hasil analisis tersebut perusahaan dapat mendiagnosis lingkungan dan mengambil suatu kebijaksanaan strategis yang berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Analisis lingkungan Koperasi dapat dilakukan dengan pendekatan Analisis SWOT.
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya analisis lingkungan bagi pengembangan koperasi yang ditujukan untuk :
1. Menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang merupakan kendala terhadap pelaksanaan strategi dan tujuan perusahaan yang sekarang.
2. menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang akan memberi peluang pencapaian tujuan yang lebih besar dengan cara menyesuaikan dengan strategi perusahaan. Juga penting bahwa analisis perlu mengenali resiko yang melekat padanya yang berkenan dengan percobaan untuk mengambil keuntungan dari peluang. Biasanya selalu terdapat ancaman dalam setiap peluang
Pengembangan Koperasi Dengan Analisis SWOT Kotler (1997 : 399) memberikan penjelasan tentang mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sebagai berikut : analisis internal merupakan proses dengan mana perencanaan strategi mengkaji pemasaran, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan perusahaan, serta faktor keuangan dan akuntansi untuk menentukan dimana perusahaan mempunyai kemampuan yang penting, sehingga perusahaan memanfaatkan peluang dengan cara yang paling efektif dapat menangani ancaman didalam lingkungan. Sedangkan faktor tertentu dalam lingkungan eksternal dapat menyediakan dasar-dasar bagi manajer untuk mengantisipasi peluang dan merencanakan tanggapan yang tepat sesuai dengan peluang yang ada, dan juga membantu manajer untuk melindungi perusahaan terhadap anacaman atau mengembangkan srategi yang tepat yang dapat merubah ancaman menjadi bermanfaat bagi perusahaan. Stoner (1994) menyatakan dalam satu lingkungan eksternal dapat menimbulkan ancaman, beliau mengelompokkan lingkungan ekstern kedalam 2 (dua) kelompok yaitu :
1. lingkungan luar mempunyai unsur-unsur langsung dan tidak langsung. Contoh unsur-unsur tindakan langsung adalah pelanggan, pemerintah, pesaing, serikat pekerja, pemasok, dan lembaga keuangan.
2. Unsur-unsur tindakan tidak langsung, antara lain : teknologi, ekonomi, dan politik masyarakat.
Kotler (1997 : 398) mengemukakan bahwa mengidentifikasi peluang dan ancaman dapat diuraikan sebagai berikut : disini seorang manejer akan berusaha
mengidentifikasi peluang dan acaman apa saja yang sedang dan akan dialami. Kedua hal ini merupakan faktor luar yang dapat mempengaruhi masa depan bisnis, sehingga memang perlu untuk dicatat. Dengan demikian setia pihak yang berkepentingan akan terangsang untuk menyiapakan tindakan, baik peluang maupun ancaman perlu diberikan urutan sedemikian rupa sehingga perhatian khusus dapat diberikan kepada yang lebih penting dan mendesak.
Pengembangan koperasi dalam analisis SWOT menurut Freddy Rangkuti (1997) sub-sub bagian dari analisis SWOT meliputi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan berbagai indikator.
1. Kekuatan dengan indikator :
a. Telah memiliki badan hukum.
b. Stukur organisasi yang sesuai dengan eksistensi koperasi.
c. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela.
d. kekurangan pelanggan cukup kecil.
e. Biaya rendah.
f. Kepengurusan yang demokratis.
g. Banyaknya unit usaha yang dikelola.
2. Kelemahan dengan indikator :
a. Lemahnya stuktur permodalan koperasi.
b. Lemahnya dalam pengelolaan/manajemen usaha.
c. Kurang pengalaman usaha.
d. Tingkat kemampuan dan profesionalisme SDM koperasi belum memadai.
e. Kurangnya pengetahuan bisnis para pengelola koperasi.
f. Pengelola yang kurang inovatif.
g. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang usaha yang dilakukan.
h. Kurang dalam penguasaan teknologi.
i. Sulit menentukan bisnis inti.
j. Kurangnya kesadaran anggota akan hak dan kewajibannya (partisipasi anggota rendah).
3. Peluang dengan indikator
a. Adanya aspek pemerataan yang diprioritaskan oleh pemerintah.
b. Undang-Undang nomor 25 tahun 1992, memungkinkan konsolidasi koperasi primer ke dalam koperasi sekunder.
c.Kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan berkembangnya tuntutan masyarakat untuk lebih membangun koperasi.
d. Kondisi ekonomi cukup mendukung eksistensi koperasi.
e. Perekonomian dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin terbukanya pasar internasional bagi hasil koperasi Indonesia.
f. Industrialisasi membuka peluang usaha di bidang agrobisnis, agroindustri dan industri pedesaan lainnya.
g. Adanya peluang pasar bagi komoditas yang dihasilkan koperasi.
h. Adanya investor yang ingin bekerjasama dengan koperasi.
i. Potensi daerah yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan koperasi.
j. Dukungan kebijakan dari pemerintah.
k. Undang-Undang nomor 12 tahun 1992, tentang sistem budidaya tanaman mendorong diversifikasi usaha koperasi.
l. Daya beli masyarakat tinggi.
4. Ancaman dengan indikator :
a. Persaingan usaha yang semakin ketat.
b. Peranan Iptek yang makin meningkat.
c. Masih kurangnya kepercayaan untuk saling bekerjasama dengan pelaku ekonomi lain dan antar koperasi.
d. Terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi secara nasional bagi koperasi.
e. Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi serta kurangnya kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.
f. Pasar bebas.
g. Kurang memadainya prasarana dan sarana yang tersedia di wilayah tertentu, misalnya lembaga keuangan, produksi dan pemasaran.
h. Kurang efektifnya koordinasi dan sinkronasi dalam pelaksanaan program pembinaan koperasi antar sektor dan antar daerah.
i. Persepsi yang berbeda dari aparat pembina koperasi.
j. Lingkungan usaha yang tidak kondusif.
k. Anggapan masyarakat yang masih negatif terhadap koperasi.
l. Tarif harga yang ditetapkan pemerintah.
m. Menurunnya daya beli masyarakat. koperasi
Kesimpulan Pengembangan koperasi dengan menggunakan analisis SWOT :
1. Tujuh indikator kekuatan dan dua belas indikator peluang yang telah diuraikan diatas dapat membantu pengurus dan pengelola untuk mengimplementasikannnya dalam rangka pengembangan dan keberhasilan koperasi
2. Unsur-unsur kelemahan yang ada supaya mendapat perhatian yang serius baik oleh pengurus dan pengelola maupun oleh para anggota, sehingga resiko yang timbul akibat dari kelemahan-kelemahan tersebut dapat diminimalisasikan sehingga keberhasilan dan pengembangan koperasi dapat tercapai.
3. Perlu bagi pengurus dan pengelola untuk dapat mengantisipasi ancaman agar dapat hidup dan berkembang serta dapat mewujudkan keberhasilan yang diharapkan . (Galeriukm)
*Harapan dari Peran Koperasi
Koperasi yang bergerak terorganisasi, terbuka dan demokratis bisa memberikan keuntungan sosial – ekonomis dan bermanfaat bagi anggotanya;
Anggota mendapatkan pelayanan yang lebih baik dibandingkan di pasar umum;
Koperasi yang bergerak luwes dapat disesuaikan dengan kebutuhan anggota;
Kelompok masyarakat ekonomi lemah dapat memperbaiki situasi sosial-ekonominya.
*Harapan koperasi diNegara Berkembang
Pertumbuhan koperasi dipandang sebagai instrumen bagi pembangunan ekonomi, sosial dan budaya;
Pemerintah memberikan kebijakan koperasi mendapatkan bantuan teknis, keuangan, manajerial tanpa mempengaruhi kemandiriannya;
Koperasi dilibatkan dalam pengambilan kebijakan;
Gerakan koperasi didorong untuk melakukan kerjasama dengan organisasi yang memiliki tjuan yang sama;
Koperasi dilibatkan dalam perencanaan ekonomi nasional.
sumber :
*Uus Manzilatusifa, Educare, Jurnal Pendidikan Dan Budaya
*http://syadiashare.com/pengertian-sejarah-lambang-gerakan-koperasi.html
*sadikun.blogdetik.com/files/2010/07/ekonomi-koperasi.ppt
Selasa, 28 Desember 2010
profil koperasi astra
PROFIL
selayang pandang koperasi astra international
• Didirikan pada tanggal 25 Juni 1990 di AETC, Jl. Gaya Motor I No. 10 Jakarta.
• Disahkan dengan Akte Badan Hukum No. 8304 tanggal 14 Juli 1990.
• Perubahan Anggaran Dasar Koperasi No. 32/PAD/KWK.9/VIII/99 tanggal 10 Agustus 1999.
• Mendapat alokasi pembelian saham dari PT. Astra International sebanyak 1.000.000,- (satu juta) lembar saham.
• Merupakan koperasi primer nasional dengan fungsi induk bagi koperasi unit dan cabang group Astra.
visi
Menjadi institusi usaha yang terbaik dalam mendukung perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota
misi
Mengembangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota dan Karyawan, serta memberikan nilai tambah bagi perusahaan di lingkungan kelompok Astra, dengan berlandaskan azas QCD
what business we are in
Usaha-usaha yang meningkatkan kesejahteraan Anggota dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan di lingkungan kelompok Astra
corporate value
• Menjadi koperasi yang bermanfaat bagi Anggota.
• Mengutamakan pelayanan terbaik bagi Anggota.
• Pelanggan dan Mitra Usaha.
• Senantiasa mengutamakan kerja sama.
• Pengelolaan secara profesional, transparan dan kehati-hatian.
• Menjunjung tinggi prinsip dasar koperasi dengan landasan etika kerja dan etika usaha yang benar.
key success factor
• Mempunyai Corporate Image yang baik.
• Mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang loyal, profesional, dan memiliki jiwa entrepreneurship.
• Mempunyai jaringan kerjasama yang luas dan baik dengan pihak intern maupun ekstern.
• Mempunyai Sistem Informasi dan Teknologi, serta Standart Operational Procedure yang mendukung operasional.
Jenis Pinjaman
PEDULI BENCANA
PELANGI KELUARGA
RENOVASI RUMAH
GRIYA PERDANA
PENDIDIKAN
TRANSPORTASI
SEWA RUMAH
MODAL PENSIUN
MULTIGUNA
DARURAT
MULTI GRIYA
Ketentuan Umum
• Diperuntukkan bagi seluruh karyawan tetap Astra group yang sudah menjadi anggota KAI.
• Total angsuran maks 30% dari THP (Take Home Pay).
• Pinjaman yang disetujui diberikan setelah dikurangi biaya administrasi dan angsuran pertama.
• Pembayaran angsuran pinjaman melalui Personalia perusahaan.
• Pelunasan dipercepat hanya dihitung dari saldo pokok pinjaman ditambah 1 x bunga berjalan / maks 1 x angsuran.
• Bila anggota berhenti / keluar dari perusahaan, seluruh sisa hutangnya harus dilunasi, 1 minggu sebelum tgl efektif keluar/berhenti.
• Mengisi formulir yang telah ditentukan.
Prosedur Pengajuan Pinjaman
1. Calon peminjam adalah Karyawan Tetap Astra Group yang sudah menjadi anggota Koperasi Astra
2. Mengisi form pinjaman uang/kendaraan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap. Form pinjaman Koperasi Astra dapat diambil di Koperasi Unit/HRD perusahaan setempat
3. Melengkapi dokumen persyaratan pinjaman
* Syarat Umum:
- Copy KTP pemohon 3 lembar
- Copy KTP suami/istri pemohon 3 lembar
- Copy ID Card 3 lembar
- Copy kartu Anggota Koperasi Astra 3 lembar
- Copy kartu Keluarga 3 lembar
- Slip Gaji asli bulan terakhir + copy 2 lembar
- Copy NPWP pribadi (untuk peminjaman > 50 juta)
* Syarat Khusus (disesuaikan dengan jenis pinjaman yang diajukan)
4. Tanda tangan persetujuan Koperasi Unit dan HRD
5. Seluruh dokumen dan persyaratan dapat dikirim:
* Langsung ke Koperasi Astra
* Via Kopnit/HRD setempat, untuk kemudian diteruskan ke Bagian Kredit Koperasi Astra
6. Proses Pinjaman Koperasi Astra 5 hari kerja (setelah aplikasi diterima Koperasi Astra dengan benar dan lengkap)
7. Pencairan pinjaman langsung ditransfer ke rekening anggota peminjam/diambil berupa cek atas nama
8. Informasi pencairan pinjaman yang disetujui dikirim via sms gateway ke HP anggota dan fax ke HRD/Kopnit
Biaya-biaya yang harus dibayarkan
• Biaya Administrasi
• Biaya Provisi
• Asuransi Jiwa
• Asuransi Kerugian (Untuk SPM)
Ketentuan Umum
1. Program Simpanan Berjangka dapat diikuti oleh semua anggota KAI
2. Setorkan dana anda dalam rupiah ke KAI dengan transfer bank ke :
Bank Permata – Cabang Hayam Wuruk
Nomor Rekening : 070.1077.040
Atas Nama : Koperasi Astra International
3. Jumlah minimum setoran Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan kelipatan Rp.
1.000.000 (satu juta rupiah). Maksimal jumlah simpanan atas nama satu penabung Rp.
1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
4. Dana yang anda setorkan harus sudah diterima oleh KAI pada Bank Permata paling
lambat 1 hari kerja sebelum tanggal 1 atau 10 atau 20.
5. Mengisi dengan lengkap Aplikasi Simpanan Berjangka Koperasi Astra International yang
telah disediakan dan lampirkan dengan :
1. Foto copy Kartu Anggota Koperasi ( atau setoran simpanan pokok)
2. foto copy KTP
3. Bukti transfer bank
Dan kirimkan ke Koperasi Astra International, Grha Sera lt.4 Jl. Mitra Sunter Boulevard
Blok C2 Kav..90 Sunter atau melalui fax : (021) 658-35089
6. Pilih jangka waktu Simpanan Berjangka antara 3 bulan, 6 bulan atau 12 bulan.
7. Suku bunga simpanan dapat dilihat pada lembar terlampir. Suku bunga dapat berubah
sesuai dengan kebijaksanaan pengurus KAI dan akan berlaku untuk penempatan yang
dilakukan mulai tanggal efektif perubahan suku bunga tersebut. Atas bunga simpanan
yang diterima oleh penabung akan dipotong pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
8. Bunga simpanan berjangka dibayarkan dari rekening bank KAI melalui pemindahbukuan
atau transfer bank setiap bulan pada tanggal jatuh tempo bunga ke rekening atas nama
penabung yang dicantumkan dalam aplikasi simpanan berjangka KAI. Apabila tanggal
pembayaran bunga jatuh pada hari sabtu atau hari libur, maka pembayaran akan
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
9. Simpanan berjangka ini hanya dapat dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo dengan
menunjukkan dan mengembalikan setifikat Simpanan Berjangka asli yang telah
ditandatangani penabung di atas materai secukupnya dan diserahkan kepada PiC
Simpanan Berjangka KAI.
10. Apabila penabung ingin mencairkan Simpanan Berjangka yang belum jatuh tempo, maka
akan dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan sebagai pinalti yang
dibebankan kepada penabung. Bunga untuk periode sampai dengan tanggal pencairan
akan tetap dibayarkan.
Prosedur Penempatan Simpanan
1. Calon penyimpan adalah karyawan tetap Astra Group yang sudah menjadi Anggota Koperasi Astra
2. Mengisi form simpanan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap
Form simpanan Koperasi Astra dapat di download di www.koperasi-astra.com
3. Mentransfer dana simpanan dalam bentuk rupiah ke:
Bank Permata – Cabang Hayam Wuruk No. Rekening: 070.1077.040 Atas Nama Koperasi Astra International
4. Melengkapi dokumen persyaratan simpanan: copy KTP, copy Kartu Anggota Koperasi Astra, copy ID Card dan copy Bukti Transfer
5. Form simpanan dan dokumen persyaratan dapat dikirim:
- Langsung ke Koperasi Astra
- Via fax (021) 6583-5089, Up. Bagian Simpanan, Telp (021) 6583-2776 Ext. 307/312
6. Bilyet simpanan diterbitkan sesuai dengan tanggal valuta
Prosedur Menjadi Anggota
• Karyawan tetap Astra Group.
• Mengisi form keanggotaan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap
Form Keanggotaan Koperasi Astra bisa didapat di:
- Koperasi Unit/HRD perusahaan setempat
- Download di www.koperasi-astra.com
• Melampirkan copy KTP & ID Card
• Disetujui oleh Pengurus Koperasi Unit & HRD
• Membayar Simpanan Pokok sebesar Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah)
Simpanan Pokok dapat disetor langsung ke Koperasi Astra atau transfer melalui:
- Bank Mandiri Cabang Gambir, Atas Nama Koperasi Astra International
No. Rek: 119-009-400-4155
atau
- Bank Permata Cabang Hayam Wuruk, Atas Nama Koperasi Astra International
No. Rek: 0.200.162.099
• Seluruh dokumen persyaratan dan bukti transfer pembayaran dapat dikirim:
- Langsung ke Koperasi Astra
- Via Fax (021) 653-5022, Up. Bagian Keanggotaan Telp (021) 6583-2776 Ext. 105/148
- Via Kopnit/HRD setempat, untuk kemudian diteruskan ke Bagian Keanggotaan Koperasi Astra
• Koperasi Astra akan menerbitkan kartu Anggota dalam waktu 3 hari setelah aplikasi keanggotaan diterima lengkap
• Kartu Anggota yang sudah jadi dikirim secara kolektif ke PIC HRD/Personalia perusahaan setempat
Hak & Kewajiban Anggota
• Mendapatkan manfaat & pelayanan atas seluruh kegiatan Koperasi.
• Mendapatkan Sisa Hasil Usaha.
• Partisipasi aktif terhadap seluruh kegiatan dan program Koperasi.
• Mentaati seluruh ketentuan dan peraturan yang berlaku di Koperasi.
Manfaat Menjadi Anggota
• Berbagai Fasilitas Pinjaman
• Beasiswa untuk Anak Anggota
• Program Persiapan Pensiun untuk Anggota
• Program Perumahan
• Simpanan Berjangka
Simulasi
Jenis Pinjaman :
Golongan :
Tenor :
Flat Rate/Tahun (%) :
Jumlah Pinjaman :
Angsuran / Bulan :
Bisnis Koperasi Astra Internasional
• Usaha Simpan - Pinjam (USP)
• Anak Perusahaan :
PT SIGAP PRIMA ASTREA (SPA)
SKY LIFT INDONESIA INDONESIA (SLI)
PT Carakatenis Sportindo (CTS)
PT Karsa Surya Indonusa
SISA HASIL USAHA
1) Pengertian koperasi
Sisa Hasil Usaha merupakan pendapatan KOPERASI yang diperoleh dalam satu tahun dengan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk Pajak dan Zakat yang harus dibayarkan dalam tahun buku yang bersangkutan.
Atau selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam satu tahun buku.
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki.
2) Pembagian SHU dan Cara Memperolehnya
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU total koperasi pada satu tahun buku
SHU total koperasi adalah sisa hsil usaha yang terdapat pada neraca atau laporan laba rugi koperasi setelah pajak (profit after tax). Informasi ini dieroleh dari neraca ataupun laporan laba-rugi koperasi.
2. bagian (persentase) SHU anggota
3. total simpanan seluruh anggota
Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu dalam bentuk simpanan pokok, dimpana wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainya. Data ini didapat dari buku simpanan anggota.
4. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) dari anggota.
Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual-beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. Dalam hal ini posisi anggota adalah sebagai pemakai ataupun pelanggan koperasi. Informasi ini diperoleh dari pembukuan (buku penjualan dan pembelian) koperasi ataupun dari buku transaksi usaha anggota.
Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu tertentu tahun buku yang bersangkutan.
5. Jumlah simpanan per anggota
6. Omzet atau volume usaha per anggota
7. Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
Bagian (pesentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota.
8. Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prisip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5, ayat 1; UU no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa, ” pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seorang dalam koperasi,m tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:
1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi terssebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.
3) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh dibagikan untuk :
a. cadangan;
b. anggota sesuai transaksi dan simpanannya;
c. pendidikan;
d. insentif untuk Pengurus;
e. insentif untuk Direksi/Manager dan karyawan.
4) Pembagian Sisa Hasil Usaha dan pendapatan KOPERASI terdiri atas 3 (tiga) bagian :
a. pendapatan yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota koperasi; dan
b. pendapatan yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota;
c. pendapatan yang diperoleh dari non operasional.
5) Bagian dari Sisa Hasil Usaha Koperasi yang diperoleh dari anggota dipergunakan sebagai berikut :
a. untuk cadangan;
b. untuk anggota menurut perbandingan jasanya, dalam usaha koperasi untuk memperoleh pendapatan perusahaan;
c. untuk anggota menurut perbandingan simpanannya dengan ketentuan tidak melebihi suku bunga yang berlaku pada Bank-bank Pemeringah;
d. untuk dana Pengurus dan Pengawas;
e. untuk Kesejahteraan Pengelola Usaha dan karyawan KOPERASI;
f. untuk dana pendidikan KOPERASI;
g. untuk dana Sosial.
6) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh dari Usaha yang diselenggarakan untuk Pihak bukan Anggota dibagi sebagai berikut :
a. untuk cadangan;
b. untuk Anggota;
c. untuk dana Pengurus dan Pengawas;
d. untuk dana pengelola dan karyawan;
e. untuk dana pendidikan koperasi;
f. untuk dana Sosial.
7) Bagian dari Pendapatan Koperasi yang diperoleh dari pendapatan non operasional dipergunakan sebagai berikut :
a. untuk cadangan;
b. untuk anggota menurut perbandingan simpanannya;
c. untuk dana pendidikan koperasi;
d. untuk dana Sosial.
8) Prinsip-prinsip pembagian shu koperasi
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
2. SHU anggota adalah jasa dari anggota dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yangditerima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinventasikan dan dari hasil taransaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota harus ditetapkan berapa persentase untuk jasa modal, misalkan 30 % dan sisanya sebesar 70% berarti untuk jasa transaksi usaha.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumblah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasi.
4. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya
9) Istilah-istilah Informasi Dasar Perhitungan SHU dan Prinsip Pembagian SHU Koperasi
• Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan usaha, dan simpananlainnya.
• Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya.
• SHU Total adalah SHU yang terdapat pada neraca atau laporan laba-rugi koperasi setelah pajak (profit after tax)
• Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dana atau jasa pada suatu periode waktu atau tahun buku yang bersangkutan.
• Bagian(persentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota
• Bagian(persentase) SHU untuk transaksi anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa transaksi anggota.
CONTOH PERHITUNGAN SHU
Berikut ini adalah contoh perhitungan pembagian SHU koperasi A yang menjalankan usaha simpan pinjam. Misalkan dalam anggaran dasar suatu koperasi ditentukan prosentase pembagian SHU sebagai berikut :
• SHU atas Jasa Pinjam 25%
• SHU atas Simpanan Wajib 20%
• Dana Pengurus 10%
• Dana Karyawan 10%
• Dana Pendidikan 10%
• Dana Sosial 10%
• Cadangan 15%
Maka proses penghitungannya adalah sebagai berikut :
Contoh:
SHU Ditahan sebesar Rp 123.000.000,-
SHU atas jasa pinjam
Perhitungannya 123.000.000 x 25% = 30.750.000.-
cat: Perhitugan SHU atas jasa pinjam di ambil dari Pendapatan Bunga atas Pinjaman yg Diberikan
Contoh:
∑ pendapatan bunga selama setahun Rp. 79.950.000,-
Pendapatan bunga dari si-A Rp 900.000,-
Maka perhitungan SHU si-A adalah :
(900.000 / 79.950.000) x 30.750.000 = Rp 346.153,85
SHU atas Simpanan Wajib
Perhitungannya 123.000.000 x 20% = 24.600.000,-
Contoh :
∑ simpanan wajib anggota Rp 150.000.000,-
Simpanan Wajib si-A Rp 310.000,-
Maka perhitungan SHU si-A adalah
(310.000 / 150.000.000 ) x 24.600.000 = Rp 50.840,-
Dana Pengurus Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Karyawan Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Pendidikan Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Sosial Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Cadangan Rp 123.000.000,- x 15% = Rp 18.450.000,-
Sisa Hasil Usaha Koperasi
Posted on 11.19 by Catatan Kuliahku
A. Pengertian SHU
Sisa hasil usaha (SHU) adalah selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam satu tahun buku.
Menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Dengan mengacu pada pengertian diatas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya.
B. Pembagian SHU dan Cara Memperolehnya
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU total koperasi pada satu tahun buku
SHU total koperasi adalah sisa hsil usaha yang terdapat pada neraca atau laporan laba rugi koperasi setelah pajak (profit after tax). Informasi ini dieroleh dari neraca ataupun laporan laba-rugi koperasi.
2. bagian (persentase) SHU anggota
3. total simpanan seluruh anggota
Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu dalam bentuk simpanan pokok, dimpana wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainya. Data ini didapat dari buku simpanan anggota.
4. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual-beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. Dalam hal ini posisi anggota adalah sebagai pemakai ataupun pelanggan koperasi. Informasi ini diperoleh dari pembukuan (buku penjualan dan pembelian) koperasi ataupun dari buku transaksi usaha anggota.
Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu tertentu tahun buku yang bersangkutan.
5. jumlah simpanan per anggota
6. omzet atau volume usaha per anggota
7. bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
Bagian (pesentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota.
8. bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prisip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5, ayat 1; UU no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa, ” pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seorang dalam koperasi,m tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:
1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi terssebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.
Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi sebagai berikut.
٠ Cadangan koperasi
٠ Jasa anggota
٠ Dana pengurus
٠ Dana karyawan
٠ Dana pendidikan
٠ Dana sosial
٠ Dana untuk pembanguna lingkungan.
Tentunya tidak semua komponen diatas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU nya. Hal ini sangat tergantung pada keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini didajikan salah satu pembagian SHU di salah satu koperasi (selanjutnya disebut koperasi A)
Menurut AD/ART koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut.
Cadangan : 40 %
Jasa anggota : 40 %
Dana pengurus : 5 %
Dana karyawan : 5 %
Dana pendidikan : 5 %
Dana sosial : 5 %
SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut:
SHU KOPERASI = Y+ X
Dimana:
SHU KOPERASI : Sisa Hasil Usaha per Anggota
Y : SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi
X: SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha
Dengan menggunakan model matematika, SHU KOPERASI per anggota dapat dihitung sebagai berikut.
SHU KOPERASI= Y+ X
Dengan
SHU KOPERASI AE = Ta/Tk(Y)
SHU KOPERASI MU = Sa/Sk(X)
Dimana.
SHU KOPERASI: Total Sisa Hasil Usaha per Anggota
SHU KOPERASI AE : SHU KOPERASI Aktivitas Ekonomi
SHU KOPERASI MU : SHU KOPERASI Anggota atas Modal Usaha
Y : Jasa Usaha Anggota
X: Jasa Modal Anggota
Ta: Total transaksi Anggota)
Tk : Total transaksi Koperasi
Sa : Jumlah Simpanan Anggota
Sk : Simpanan anggota total (Modal sendiri total)
Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART koperasi A adalah 40% dari total SHU, dan rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian anggota tersebut dibagi secara proporsional menurut jasa modal dan usaha, dengan pembagian Jasa Usaha Anggota sebesar 70%, dan Jasa Modal Anggota sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu:
Pertama, langsung dihitung dari total SHU koperasi, sehingga:
JUA = 70% x 40% total SHU Koperasi setelah pajak
= 28% dari total SHU Koperasi
JMA = 30% x 40% total SHU koperasi setelah pajak
= 12% dari total SHU koperasi
Kedua, SHU bagian anggota (40%) dijadikan menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang ditetapkan.
Dalam pembagan SHU kepada Anggota Ada beberapa prinsip pembagian SHU yang harus diperhatian diantaranya:
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
2. SHU anggota adalah jasa dari anggota dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yangditerima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinventasikan dan dari hasil taransaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota harus ditetapkan berapa persentase untuk jasa modal, misalkan 30 % dan sisanya sebesar 70% berarti untuk jasa transaksi usaha.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumblah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasi.
4. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.
Untuk memperjelasnya pemahaman tentang penerapan rumus SHU per anggota dan prinsip-prinsip pembagian SHU seperti diuraikan diatas, dibawah ini disajikan data koperasi A :
a. Perhitungan SHU (Laba/Rugi) Koperasi A Tahun Buku 1998 (Rp000)
Penjualan /Penerimaan Jasa Rp 850.077
Pendapatan lain Rp 110.717
Rp 960.794
Harga Pokok Penjualan Rp (300.539)
Pendapatan Operasional Rp 659.888
Beban Operasional Rp (310.539)
Beban Administrasi dan Umum Rp (35.349)
SHU Sebelum Pajak Rp 214.00
Pajak Penghasilan (PPH Ps 21) Rp (34.000)
SHU setelah Pajak Rp 280.000
b. Sumber SHU
SHU Koperasi A setelah pajak Rp 280.000
Sumber SHU:
- Transaksi Anggota Rp 200.000
- Transaksi Non Anggota Rp 80.000
c. Pembagian SHU menurut Pasal 15, AD/ART Koperasi A:
1. Cadangan : 40% X 200.000 ; Rp 80.000
2. Jasa Anggota : 40 % X 200.000 : Rp 80.000
3. Dana Pengurus : 5% X 200.000 : Rp 10.000
4. dana Karyawan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
5. dana Pendidikan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
6. dana Sosaial : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
Rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian Anggota dibagi sebagai berikut:
jasa Modal : 30% X Rp 80.000.000 Rp24.000.000
Jasa Usaha : 70% X Rp 80.000.000 Rp 56.000.000
d. jumblah anggota,simpanan dan volume usaha koperasi:
jumlah Anggota : 142 orang
total simpanan anggota : Rp 345.420.000
total transaksi anggota : Rp 2.340.062.000.
Contoh: SHU yang dierima per anggota:
SHU usaha Adi = 5.500/2.340.062 (56.000) = Rp 131,62
SHU Modal Adi = 800/345.420 (24.000) = Rp 55,58;.
Dengan demikian jumblah SHU yang diterima Adi Adalah:
Rp 131.620 + Rp 55.580 = Rp 187.200;.
kontak
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi :
KOPERASI ASTRA INTERNATIONAL
Grha Sera
Lantai IV
Jl. Mitra Sunter Boulevard Blok C2
Kav. 90 Sunter Jaya, Jakarta 14350
Telp: 021 – 65832776
Fax : 021 - 65835022
selayang pandang koperasi astra international
• Didirikan pada tanggal 25 Juni 1990 di AETC, Jl. Gaya Motor I No. 10 Jakarta.
• Disahkan dengan Akte Badan Hukum No. 8304 tanggal 14 Juli 1990.
• Perubahan Anggaran Dasar Koperasi No. 32/PAD/KWK.9/VIII/99 tanggal 10 Agustus 1999.
• Mendapat alokasi pembelian saham dari PT. Astra International sebanyak 1.000.000,- (satu juta) lembar saham.
• Merupakan koperasi primer nasional dengan fungsi induk bagi koperasi unit dan cabang group Astra.
visi
Menjadi institusi usaha yang terbaik dalam mendukung perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota
misi
Mengembangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota dan Karyawan, serta memberikan nilai tambah bagi perusahaan di lingkungan kelompok Astra, dengan berlandaskan azas QCD
what business we are in
Usaha-usaha yang meningkatkan kesejahteraan Anggota dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan di lingkungan kelompok Astra
corporate value
• Menjadi koperasi yang bermanfaat bagi Anggota.
• Mengutamakan pelayanan terbaik bagi Anggota.
• Pelanggan dan Mitra Usaha.
• Senantiasa mengutamakan kerja sama.
• Pengelolaan secara profesional, transparan dan kehati-hatian.
• Menjunjung tinggi prinsip dasar koperasi dengan landasan etika kerja dan etika usaha yang benar.
key success factor
• Mempunyai Corporate Image yang baik.
• Mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang loyal, profesional, dan memiliki jiwa entrepreneurship.
• Mempunyai jaringan kerjasama yang luas dan baik dengan pihak intern maupun ekstern.
• Mempunyai Sistem Informasi dan Teknologi, serta Standart Operational Procedure yang mendukung operasional.
Jenis Pinjaman
PEDULI BENCANA
PELANGI KELUARGA
RENOVASI RUMAH
GRIYA PERDANA
PENDIDIKAN
TRANSPORTASI
SEWA RUMAH
MODAL PENSIUN
MULTIGUNA
DARURAT
MULTI GRIYA
Ketentuan Umum
• Diperuntukkan bagi seluruh karyawan tetap Astra group yang sudah menjadi anggota KAI.
• Total angsuran maks 30% dari THP (Take Home Pay).
• Pinjaman yang disetujui diberikan setelah dikurangi biaya administrasi dan angsuran pertama.
• Pembayaran angsuran pinjaman melalui Personalia perusahaan.
• Pelunasan dipercepat hanya dihitung dari saldo pokok pinjaman ditambah 1 x bunga berjalan / maks 1 x angsuran.
• Bila anggota berhenti / keluar dari perusahaan, seluruh sisa hutangnya harus dilunasi, 1 minggu sebelum tgl efektif keluar/berhenti.
• Mengisi formulir yang telah ditentukan.
Prosedur Pengajuan Pinjaman
1. Calon peminjam adalah Karyawan Tetap Astra Group yang sudah menjadi anggota Koperasi Astra
2. Mengisi form pinjaman uang/kendaraan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap. Form pinjaman Koperasi Astra dapat diambil di Koperasi Unit/HRD perusahaan setempat
3. Melengkapi dokumen persyaratan pinjaman
* Syarat Umum:
- Copy KTP pemohon 3 lembar
- Copy KTP suami/istri pemohon 3 lembar
- Copy ID Card 3 lembar
- Copy kartu Anggota Koperasi Astra 3 lembar
- Copy kartu Keluarga 3 lembar
- Slip Gaji asli bulan terakhir + copy 2 lembar
- Copy NPWP pribadi (untuk peminjaman > 50 juta)
* Syarat Khusus (disesuaikan dengan jenis pinjaman yang diajukan)
4. Tanda tangan persetujuan Koperasi Unit dan HRD
5. Seluruh dokumen dan persyaratan dapat dikirim:
* Langsung ke Koperasi Astra
* Via Kopnit/HRD setempat, untuk kemudian diteruskan ke Bagian Kredit Koperasi Astra
6. Proses Pinjaman Koperasi Astra 5 hari kerja (setelah aplikasi diterima Koperasi Astra dengan benar dan lengkap)
7. Pencairan pinjaman langsung ditransfer ke rekening anggota peminjam/diambil berupa cek atas nama
8. Informasi pencairan pinjaman yang disetujui dikirim via sms gateway ke HP anggota dan fax ke HRD/Kopnit
Biaya-biaya yang harus dibayarkan
• Biaya Administrasi
• Biaya Provisi
• Asuransi Jiwa
• Asuransi Kerugian (Untuk SPM)
Ketentuan Umum
1. Program Simpanan Berjangka dapat diikuti oleh semua anggota KAI
2. Setorkan dana anda dalam rupiah ke KAI dengan transfer bank ke :
Bank Permata – Cabang Hayam Wuruk
Nomor Rekening : 070.1077.040
Atas Nama : Koperasi Astra International
3. Jumlah minimum setoran Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan kelipatan Rp.
1.000.000 (satu juta rupiah). Maksimal jumlah simpanan atas nama satu penabung Rp.
1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
4. Dana yang anda setorkan harus sudah diterima oleh KAI pada Bank Permata paling
lambat 1 hari kerja sebelum tanggal 1 atau 10 atau 20.
5. Mengisi dengan lengkap Aplikasi Simpanan Berjangka Koperasi Astra International yang
telah disediakan dan lampirkan dengan :
1. Foto copy Kartu Anggota Koperasi ( atau setoran simpanan pokok)
2. foto copy KTP
3. Bukti transfer bank
Dan kirimkan ke Koperasi Astra International, Grha Sera lt.4 Jl. Mitra Sunter Boulevard
Blok C2 Kav..90 Sunter atau melalui fax : (021) 658-35089
6. Pilih jangka waktu Simpanan Berjangka antara 3 bulan, 6 bulan atau 12 bulan.
7. Suku bunga simpanan dapat dilihat pada lembar terlampir. Suku bunga dapat berubah
sesuai dengan kebijaksanaan pengurus KAI dan akan berlaku untuk penempatan yang
dilakukan mulai tanggal efektif perubahan suku bunga tersebut. Atas bunga simpanan
yang diterima oleh penabung akan dipotong pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
8. Bunga simpanan berjangka dibayarkan dari rekening bank KAI melalui pemindahbukuan
atau transfer bank setiap bulan pada tanggal jatuh tempo bunga ke rekening atas nama
penabung yang dicantumkan dalam aplikasi simpanan berjangka KAI. Apabila tanggal
pembayaran bunga jatuh pada hari sabtu atau hari libur, maka pembayaran akan
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
9. Simpanan berjangka ini hanya dapat dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo dengan
menunjukkan dan mengembalikan setifikat Simpanan Berjangka asli yang telah
ditandatangani penabung di atas materai secukupnya dan diserahkan kepada PiC
Simpanan Berjangka KAI.
10. Apabila penabung ingin mencairkan Simpanan Berjangka yang belum jatuh tempo, maka
akan dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan sebagai pinalti yang
dibebankan kepada penabung. Bunga untuk periode sampai dengan tanggal pencairan
akan tetap dibayarkan.
Prosedur Penempatan Simpanan
1. Calon penyimpan adalah karyawan tetap Astra Group yang sudah menjadi Anggota Koperasi Astra
2. Mengisi form simpanan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap
Form simpanan Koperasi Astra dapat di download di www.koperasi-astra.com
3. Mentransfer dana simpanan dalam bentuk rupiah ke:
Bank Permata – Cabang Hayam Wuruk No. Rekening: 070.1077.040 Atas Nama Koperasi Astra International
4. Melengkapi dokumen persyaratan simpanan: copy KTP, copy Kartu Anggota Koperasi Astra, copy ID Card dan copy Bukti Transfer
5. Form simpanan dan dokumen persyaratan dapat dikirim:
- Langsung ke Koperasi Astra
- Via fax (021) 6583-5089, Up. Bagian Simpanan, Telp (021) 6583-2776 Ext. 307/312
6. Bilyet simpanan diterbitkan sesuai dengan tanggal valuta
Prosedur Menjadi Anggota
• Karyawan tetap Astra Group.
• Mengisi form keanggotaan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap
Form Keanggotaan Koperasi Astra bisa didapat di:
- Koperasi Unit/HRD perusahaan setempat
- Download di www.koperasi-astra.com
• Melampirkan copy KTP & ID Card
• Disetujui oleh Pengurus Koperasi Unit & HRD
• Membayar Simpanan Pokok sebesar Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah)
Simpanan Pokok dapat disetor langsung ke Koperasi Astra atau transfer melalui:
- Bank Mandiri Cabang Gambir, Atas Nama Koperasi Astra International
No. Rek: 119-009-400-4155
atau
- Bank Permata Cabang Hayam Wuruk, Atas Nama Koperasi Astra International
No. Rek: 0.200.162.099
• Seluruh dokumen persyaratan dan bukti transfer pembayaran dapat dikirim:
- Langsung ke Koperasi Astra
- Via Fax (021) 653-5022, Up. Bagian Keanggotaan Telp (021) 6583-2776 Ext. 105/148
- Via Kopnit/HRD setempat, untuk kemudian diteruskan ke Bagian Keanggotaan Koperasi Astra
• Koperasi Astra akan menerbitkan kartu Anggota dalam waktu 3 hari setelah aplikasi keanggotaan diterima lengkap
• Kartu Anggota yang sudah jadi dikirim secara kolektif ke PIC HRD/Personalia perusahaan setempat
Hak & Kewajiban Anggota
• Mendapatkan manfaat & pelayanan atas seluruh kegiatan Koperasi.
• Mendapatkan Sisa Hasil Usaha.
• Partisipasi aktif terhadap seluruh kegiatan dan program Koperasi.
• Mentaati seluruh ketentuan dan peraturan yang berlaku di Koperasi.
Manfaat Menjadi Anggota
• Berbagai Fasilitas Pinjaman
• Beasiswa untuk Anak Anggota
• Program Persiapan Pensiun untuk Anggota
• Program Perumahan
• Simpanan Berjangka
Simulasi
Jenis Pinjaman :
Golongan :
Tenor :
Flat Rate/Tahun (%) :
Jumlah Pinjaman :
Angsuran / Bulan :
Bisnis Koperasi Astra Internasional
• Usaha Simpan - Pinjam (USP)
• Anak Perusahaan :
PT SIGAP PRIMA ASTREA (SPA)
SKY LIFT INDONESIA INDONESIA (SLI)
PT Carakatenis Sportindo (CTS)
PT Karsa Surya Indonusa
SISA HASIL USAHA
1) Pengertian koperasi
Sisa Hasil Usaha merupakan pendapatan KOPERASI yang diperoleh dalam satu tahun dengan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk Pajak dan Zakat yang harus dibayarkan dalam tahun buku yang bersangkutan.
Atau selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam satu tahun buku.
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki.
2) Pembagian SHU dan Cara Memperolehnya
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU total koperasi pada satu tahun buku
SHU total koperasi adalah sisa hsil usaha yang terdapat pada neraca atau laporan laba rugi koperasi setelah pajak (profit after tax). Informasi ini dieroleh dari neraca ataupun laporan laba-rugi koperasi.
2. bagian (persentase) SHU anggota
3. total simpanan seluruh anggota
Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu dalam bentuk simpanan pokok, dimpana wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainya. Data ini didapat dari buku simpanan anggota.
4. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) dari anggota.
Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual-beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. Dalam hal ini posisi anggota adalah sebagai pemakai ataupun pelanggan koperasi. Informasi ini diperoleh dari pembukuan (buku penjualan dan pembelian) koperasi ataupun dari buku transaksi usaha anggota.
Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu tertentu tahun buku yang bersangkutan.
5. Jumlah simpanan per anggota
6. Omzet atau volume usaha per anggota
7. Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
Bagian (pesentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota.
8. Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prisip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5, ayat 1; UU no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa, ” pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seorang dalam koperasi,m tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:
1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi terssebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.
3) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh dibagikan untuk :
a. cadangan;
b. anggota sesuai transaksi dan simpanannya;
c. pendidikan;
d. insentif untuk Pengurus;
e. insentif untuk Direksi/Manager dan karyawan.
4) Pembagian Sisa Hasil Usaha dan pendapatan KOPERASI terdiri atas 3 (tiga) bagian :
a. pendapatan yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota koperasi; dan
b. pendapatan yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota;
c. pendapatan yang diperoleh dari non operasional.
5) Bagian dari Sisa Hasil Usaha Koperasi yang diperoleh dari anggota dipergunakan sebagai berikut :
a. untuk cadangan;
b. untuk anggota menurut perbandingan jasanya, dalam usaha koperasi untuk memperoleh pendapatan perusahaan;
c. untuk anggota menurut perbandingan simpanannya dengan ketentuan tidak melebihi suku bunga yang berlaku pada Bank-bank Pemeringah;
d. untuk dana Pengurus dan Pengawas;
e. untuk Kesejahteraan Pengelola Usaha dan karyawan KOPERASI;
f. untuk dana pendidikan KOPERASI;
g. untuk dana Sosial.
6) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh dari Usaha yang diselenggarakan untuk Pihak bukan Anggota dibagi sebagai berikut :
a. untuk cadangan;
b. untuk Anggota;
c. untuk dana Pengurus dan Pengawas;
d. untuk dana pengelola dan karyawan;
e. untuk dana pendidikan koperasi;
f. untuk dana Sosial.
7) Bagian dari Pendapatan Koperasi yang diperoleh dari pendapatan non operasional dipergunakan sebagai berikut :
a. untuk cadangan;
b. untuk anggota menurut perbandingan simpanannya;
c. untuk dana pendidikan koperasi;
d. untuk dana Sosial.
8) Prinsip-prinsip pembagian shu koperasi
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
2. SHU anggota adalah jasa dari anggota dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yangditerima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinventasikan dan dari hasil taransaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota harus ditetapkan berapa persentase untuk jasa modal, misalkan 30 % dan sisanya sebesar 70% berarti untuk jasa transaksi usaha.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumblah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasi.
4. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya
9) Istilah-istilah Informasi Dasar Perhitungan SHU dan Prinsip Pembagian SHU Koperasi
• Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan usaha, dan simpananlainnya.
• Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya.
• SHU Total adalah SHU yang terdapat pada neraca atau laporan laba-rugi koperasi setelah pajak (profit after tax)
• Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dana atau jasa pada suatu periode waktu atau tahun buku yang bersangkutan.
• Bagian(persentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota
• Bagian(persentase) SHU untuk transaksi anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa transaksi anggota.
CONTOH PERHITUNGAN SHU
Berikut ini adalah contoh perhitungan pembagian SHU koperasi A yang menjalankan usaha simpan pinjam. Misalkan dalam anggaran dasar suatu koperasi ditentukan prosentase pembagian SHU sebagai berikut :
• SHU atas Jasa Pinjam 25%
• SHU atas Simpanan Wajib 20%
• Dana Pengurus 10%
• Dana Karyawan 10%
• Dana Pendidikan 10%
• Dana Sosial 10%
• Cadangan 15%
Maka proses penghitungannya adalah sebagai berikut :
Contoh:
SHU Ditahan sebesar Rp 123.000.000,-
SHU atas jasa pinjam
Perhitungannya 123.000.000 x 25% = 30.750.000.-
cat: Perhitugan SHU atas jasa pinjam di ambil dari Pendapatan Bunga atas Pinjaman yg Diberikan
Contoh:
∑ pendapatan bunga selama setahun Rp. 79.950.000,-
Pendapatan bunga dari si-A Rp 900.000,-
Maka perhitungan SHU si-A adalah :
(900.000 / 79.950.000) x 30.750.000 = Rp 346.153,85
SHU atas Simpanan Wajib
Perhitungannya 123.000.000 x 20% = 24.600.000,-
Contoh :
∑ simpanan wajib anggota Rp 150.000.000,-
Simpanan Wajib si-A Rp 310.000,-
Maka perhitungan SHU si-A adalah
(310.000 / 150.000.000 ) x 24.600.000 = Rp 50.840,-
Dana Pengurus Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Karyawan Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Pendidikan Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Sosial Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Cadangan Rp 123.000.000,- x 15% = Rp 18.450.000,-
Sisa Hasil Usaha Koperasi
Posted on 11.19 by Catatan Kuliahku
A. Pengertian SHU
Sisa hasil usaha (SHU) adalah selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam satu tahun buku.
Menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Dengan mengacu pada pengertian diatas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya.
B. Pembagian SHU dan Cara Memperolehnya
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU total koperasi pada satu tahun buku
SHU total koperasi adalah sisa hsil usaha yang terdapat pada neraca atau laporan laba rugi koperasi setelah pajak (profit after tax). Informasi ini dieroleh dari neraca ataupun laporan laba-rugi koperasi.
2. bagian (persentase) SHU anggota
3. total simpanan seluruh anggota
Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu dalam bentuk simpanan pokok, dimpana wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainya. Data ini didapat dari buku simpanan anggota.
4. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual-beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. Dalam hal ini posisi anggota adalah sebagai pemakai ataupun pelanggan koperasi. Informasi ini diperoleh dari pembukuan (buku penjualan dan pembelian) koperasi ataupun dari buku transaksi usaha anggota.
Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu tertentu tahun buku yang bersangkutan.
5. jumlah simpanan per anggota
6. omzet atau volume usaha per anggota
7. bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
Bagian (pesentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota.
8. bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prisip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5, ayat 1; UU no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa, ” pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seorang dalam koperasi,m tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:
1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi terssebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.
Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi sebagai berikut.
٠ Cadangan koperasi
٠ Jasa anggota
٠ Dana pengurus
٠ Dana karyawan
٠ Dana pendidikan
٠ Dana sosial
٠ Dana untuk pembanguna lingkungan.
Tentunya tidak semua komponen diatas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU nya. Hal ini sangat tergantung pada keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini didajikan salah satu pembagian SHU di salah satu koperasi (selanjutnya disebut koperasi A)
Menurut AD/ART koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut.
Cadangan : 40 %
Jasa anggota : 40 %
Dana pengurus : 5 %
Dana karyawan : 5 %
Dana pendidikan : 5 %
Dana sosial : 5 %
SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut:
SHU KOPERASI = Y+ X
Dimana:
SHU KOPERASI : Sisa Hasil Usaha per Anggota
Y : SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi
X: SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha
Dengan menggunakan model matematika, SHU KOPERASI per anggota dapat dihitung sebagai berikut.
SHU KOPERASI= Y+ X
Dengan
SHU KOPERASI AE = Ta/Tk(Y)
SHU KOPERASI MU = Sa/Sk(X)
Dimana.
SHU KOPERASI: Total Sisa Hasil Usaha per Anggota
SHU KOPERASI AE : SHU KOPERASI Aktivitas Ekonomi
SHU KOPERASI MU : SHU KOPERASI Anggota atas Modal Usaha
Y : Jasa Usaha Anggota
X: Jasa Modal Anggota
Ta: Total transaksi Anggota)
Tk : Total transaksi Koperasi
Sa : Jumlah Simpanan Anggota
Sk : Simpanan anggota total (Modal sendiri total)
Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART koperasi A adalah 40% dari total SHU, dan rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian anggota tersebut dibagi secara proporsional menurut jasa modal dan usaha, dengan pembagian Jasa Usaha Anggota sebesar 70%, dan Jasa Modal Anggota sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu:
Pertama, langsung dihitung dari total SHU koperasi, sehingga:
JUA = 70% x 40% total SHU Koperasi setelah pajak
= 28% dari total SHU Koperasi
JMA = 30% x 40% total SHU koperasi setelah pajak
= 12% dari total SHU koperasi
Kedua, SHU bagian anggota (40%) dijadikan menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang ditetapkan.
Dalam pembagan SHU kepada Anggota Ada beberapa prinsip pembagian SHU yang harus diperhatian diantaranya:
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
2. SHU anggota adalah jasa dari anggota dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yangditerima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinventasikan dan dari hasil taransaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota harus ditetapkan berapa persentase untuk jasa modal, misalkan 30 % dan sisanya sebesar 70% berarti untuk jasa transaksi usaha.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumblah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasi.
4. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.
Untuk memperjelasnya pemahaman tentang penerapan rumus SHU per anggota dan prinsip-prinsip pembagian SHU seperti diuraikan diatas, dibawah ini disajikan data koperasi A :
a. Perhitungan SHU (Laba/Rugi) Koperasi A Tahun Buku 1998 (Rp000)
Penjualan /Penerimaan Jasa Rp 850.077
Pendapatan lain Rp 110.717
Rp 960.794
Harga Pokok Penjualan Rp (300.539)
Pendapatan Operasional Rp 659.888
Beban Operasional Rp (310.539)
Beban Administrasi dan Umum Rp (35.349)
SHU Sebelum Pajak Rp 214.00
Pajak Penghasilan (PPH Ps 21) Rp (34.000)
SHU setelah Pajak Rp 280.000
b. Sumber SHU
SHU Koperasi A setelah pajak Rp 280.000
Sumber SHU:
- Transaksi Anggota Rp 200.000
- Transaksi Non Anggota Rp 80.000
c. Pembagian SHU menurut Pasal 15, AD/ART Koperasi A:
1. Cadangan : 40% X 200.000 ; Rp 80.000
2. Jasa Anggota : 40 % X 200.000 : Rp 80.000
3. Dana Pengurus : 5% X 200.000 : Rp 10.000
4. dana Karyawan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
5. dana Pendidikan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
6. dana Sosaial : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
Rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian Anggota dibagi sebagai berikut:
jasa Modal : 30% X Rp 80.000.000 Rp24.000.000
Jasa Usaha : 70% X Rp 80.000.000 Rp 56.000.000
d. jumblah anggota,simpanan dan volume usaha koperasi:
jumlah Anggota : 142 orang
total simpanan anggota : Rp 345.420.000
total transaksi anggota : Rp 2.340.062.000.
Contoh: SHU yang dierima per anggota:
SHU usaha Adi = 5.500/2.340.062 (56.000) = Rp 131,62
SHU Modal Adi = 800/345.420 (24.000) = Rp 55,58;.
Dengan demikian jumblah SHU yang diterima Adi Adalah:
Rp 131.620 + Rp 55.580 = Rp 187.200;.
kontak
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi :
KOPERASI ASTRA INTERNATIONAL
Grha Sera
Lantai IV
Jl. Mitra Sunter Boulevard Blok C2
Kav. 90 Sunter Jaya, Jakarta 14350
Telp: 021 – 65832776
Fax : 021 - 65835022
Langganan:
Postingan (Atom)