Rabu, 12 Oktober 2011

PENGARUH TOTAL QUALITY MANAGEMENT TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT SUPER ANDALAS STEEL

1. Pendahuluan

Perkembangan perusahaan sangat dinamis di abad perdagangan bebas seperti saat sekarang. Kuantitas perusahaan bukan hanya dari perusahaan yang lahir pada era globalisasi dan sejumlah perusahaan asing namun juga dari perusahaan-perusahaan dari masa lalu, yaitu perusahaan yang lahir sebelum era globalisasi. Perkembangan perdagangan dunia menuntut perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk tetap dapat bertahan agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang akan bermunculan dan tetap terus memperoleh keuntungan. Kinerja manajerial merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian ekstra pada era ini karena pihak eksternal perusahaan menjadi lebih kritis dan teliti dalam menentukan perusahaan mana yang akan menjadi tempat mereka untuk menginvestasikan dananya.

Sampai saat ini, sistem yang dianggap paling cocok sebagai alat untuk membuat perusahaan tetap optimis dengan konsep going concern adalah Total Quality Management (TQM). TQM membuat perusahaan dapat tetap bertanding dengan perusahaan-perusahaan lain karena konsep dasarnya yaitu perbaikan secara berkala atau terus-menerus. Ada sepuluh karakteristik TQM yang dapat mempengaruhi kinerja manajer, yaitu: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tujuan, dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Dengan adanya TQM perusahaan dapat selalu mengevaluasi kinerjanya namun sebelumnya, perusahaan juga harus melakukan perubahan budaya kerja yang sebelumnya keberatan apabila hasil kerjanya dievaluasi menjadi lebih terbuka menghadapi evaluasi kinerja.

Konsep TQM tersebut bertolak belakang dengan pemikiran di negara barat dan di Indonesia sendiri. Di negara barat, fokus pekerjaan diletakkan pada profesionalisme dan spesialisasi. Oleh karena itu, segala hal yang berhubungan dengan pengendalian mutu hanya dikuasai oleh para spesialis kendali mutu. “Apabila pengendalian mutu dipertanyakan kepada orang-orang yang ada di divisi lain perusahaan, selain kendali mutu, mereka pasti tidak bisa menjawabnya” (Ishikawa, 1992). Pemikiran tersebut belum banyak berkembang sampai saat sekarang ini. Sedangkan di Indonesia, pengendalian mutu cenderung dilimpahkan ke divisi produksi. Kedua anggapan tersebut masih harus disempurnakan lagi. Seharusnya pengendalian mutu dilakukan oleh setiap orang di setiap divisi perusahaan demi memperoleh produk yang berorientasikan pelanggan, yaitu produk dengan mutu terbaik. Partisipasi dari seluruh anggota perusahaan merupakan hal yang wajib untuk diaksanakan karena kinerja baik atau buruk sebuah perusahaan bukan hanya menjadi tanggungjawab individu atau divisi saja.

TQM memang dianggap sebagai alat yang dapat meningkatkan kinerja manajerial yang dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Zulaika (2008), namun “ada beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan negatif antara TQM dan kinerja manajerial, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Ittner dan Lacker dimana hasilnya tidak ditemukan bukti bahwa organisasi yang mempraktekkan TQM dapat mencapai kinerja yang tinggi” (Lubis, 2005). Hal ini membuat peneliti ingin melihat kekonsistenan penelitian mengenai pengaruh TQM terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini merupakan replika dari penelitian yang telah dilakukan oleh Zulaika (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zulaika terletak pada variabel independen yang digunakan sebagai stimulus variabel dependennya. Peneliti terdahulu menggunakan empat dari sepuluh karakteristik TQM sebagai variabel independen, yaitu: fokus pada pelanggan, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan; sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan enam dari sepuluh karakteristik TQM, yaitu: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, serta keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Peneliti hanya menggunakan enam dari sepuluh karakteristik TQM karena ada keterbatasan data.

Penelitian ini dilakukan di PT Super Andalas Steel. Alasan penulis memilih perusahaan ini adalah karena perusahaan ini memiliki divisi produksi yang lebih besar daripada tiap divisi lainnya, sehingga penulis ingin mengetahui apakah pemikiran bahwa pengendalian mutu adalah tanggung jawab penuh bagian produksi dan penerapan TQM dalam perusahaan ini sudah berpengaruh dalam usaha perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja maajernya. Atas dasar hal tersebut di atas, penulis memilih judul “Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial Pada PT Super Andalas Steel”.





2. Tinjauan Pustaka

2.1 Total Quality Management

TQM merupakan satu sistem yang saat ini mulai diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena dianggap mampu mendukung kinerja manajerialnya. TQM juga dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu. Menurut Ishikawa dalam Nasution (2005: 22) “TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, team work, produktivitas, dan kepuasan pelanggan”.

Menurut Purwanto dalam Suharyanto (2005: 7) “TQM pada dasarnya merupakan upaya untuk menciptakan ‘a culture of continous improvement’ di antara para karyawan dengan menerapkan berbagai teknik pemecahan permasalahan secara kelompok dengan memusatkan perhatian pada kepuasan customer”. Menurut Tjiptono (2003: 4) “TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya”. Sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kompetensi SDM perusahaan untuk merealisasikannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa TQM adalah suatu alat yang digunakan oleh manajemen suatu perusahaan yang melibatkan seluruh personel dalam perusahaan dalam melakukan perbaikan secara terus-menerus atas produk, pelayanan, lingkungan yang berhubungan dengan produk perusahaan, dan manajemen perusahaan melalui metode ilmiah yang inovatif.



Ada sepuluh karakteristik TQM yang dikembangkan oleh Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005: 22).

a. Fokus Pada Pelanggan

Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

b. Obsesi terhadap Kualitas

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan mereka. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif. Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik? Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ‘good enough is never good enough’.

c. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

d. Komitmen Jangka Panjang

TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.





e. Kerjasama Tim (Teamwork)

Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Sementara itu, dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem/ lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat.

g. Pendidikan dan Pelatihan

Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

h. Kebebasan yang Terkendali

Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

i. Kesatuan Tujuan

Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja.

j. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dapat meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya



Ada beberapa keuntungan pengendalian mutu yang digambarkan Ishikawa (1992) dalam bukunya, antara lain:

a. pengendalian mutu memungkinkan untuk membangun mutu di setiap langkah proses produksi demi menghasilkan produk yang 100% bebas cacat,

b. pengendalian mutu memungkinkan perusahaan menemukan kesalahan atau kegagalan sebelum akhirnya berubah menjadi musibah bagi perusahaan,

c. pengendalian mutu memungkinkan desain produk mengikuti keinginan pelanggan secara efisien sehingga produknya selalu dibuat sesuai pilihan pelanggan,

d. pengendalian mutu dapat membantu perusahaan menemukan data-data produksi yang salah.

TQM juga digunakan untuk memperbaiki posisi persaingan perusahaan di pasar dan sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan output dengan mutu berkualitas. Perbaikan kualitas yang dilakukan oleh perusahaan tidak lain bertujuan untuk meningkatkan penghasilan perusahaan dan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan laba perusahaan agar perusahaan dapat terus berjalan dan tetap hidup dalam persaingan perdagangan yang semakin ketat saat sekarang ini. Perbaikan kualitas juga dapat meningkatkan citra perusahaan di mata pelanggan.



2.2 Kinerja Manajerial

Kinerja dapat diartikan sebagai “penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu perusahaan, bagian dari perusahaan dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya” (Lubis, 2005: 21). Menurut Donnelly, Gibson, dan Ivancevich dalam Rivai (2005: 15) “kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Menurut Mahoney dan Carroll “yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial, antara lain perencanaan, investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi, dan representasi” (Lubis, 2005: 22). Kinerja manajerial yang baik menghasilkan keefektivitasan yang meningkatkan perolehan keuntungan perusahaan dan akan menambah kepercayaan investor ke perusahaan.



2.3 Kerangka Konseptual

TQM dapat memperbaiki kinerja manajerial dalam perusahaan untuk mewujudkun tujuan perusahaan. Fokus pada pelanggan berarti setiap produk yang dihasilkan perusahaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Orientasi pada pelanggan tersebut akan merangsang manajer untuk meningkatkan kinerjanya agar menghasilkan produk yang bermutu untuk memuaskan pelanggan.

Obsesi terhadap kualitas merupakan sikap tidak pernah puas akan kualitas dari produk yang dihasilkan. Peningkatan kualitas produk juga dapat mengurangi biaya kualitas yang dapat menurunkan laba. Apabila sikap ini dapat ditanamkan di benak para manajer, maka kinerja para manajer akan meningkat karena mereka ingin tetap menghasilkan produk yang bermutu tinggi.

Kerjasama tim merupakan cermin integritas perusahaan. Hubungan yang baik diantara anggota tim harus dijalin, dibina, dan dijaga. Kekompakan dalam melakukan aktivitas perusahaan akan meningkatkan kinerja para manajer perusahaan karena mereka merasa dapat diandalkan dan pasti melakukan hal yang terbaik demi nama tim karena apabila salah seorang manajer melakukan sebuah kesalahan, maka anggota tim yang lain juga akan merasakan akibatnya.

Perbaikan sistem secara terus menerus harus dilakukan perusahaan seiring dengan perkembangan informasi dan kebutuhan pelanggan. Perbaikan secara berkala di segala bidang yang rutin dilakukan perusahaan dapat meningkatkan kinerja manajerial karena perbaikan yang dilakukan dapat mempermudah kerja manajer. Peningkatan kinerja manajerial pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

Pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan oleh para manajer untuk memperbaharui pengetahuan mereka tentang masing-masing bidang yang mereka tangani. Pendidikan dan pelatihan membuat para manajer semakin ahli di bidangnya. Peningkatan keahlian pasti akan meningkatkan kinerja mereka di perusahaan tempat mereka bekerja.

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan membuat karyawan memiliki andil dalam setiap keputusan dan aktivitas yang dilakukan perusahaan. Hal ini membuat karyawan merasa memilki perusahaan. Perasaan yang dirasakan karyawan, dalam hal ini manajer, akan meningkatkan kinerja mereka karena mereka pasti akan melakukan yang terbaik bagi perusahaan yang mereka anggap seperti milik mereka sendiri.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara TQM dengan kinerja manajerial bersifat kausal. Peningkatan TQM akan meningkatkan kinerja manajerial perusahaan. Gambaran tersebut dapat divisualisasikan melalui kerangka di bawah ini.




Total Quality Management

(TQM)





















2.4 Hipotesis

Hipotesis yang diperoleh dari kerangka konseptual adalah: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada PT Super Andalas Steel baik secara simultan maupun secara parsial.



3. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah assosiatif kausal, dimana terjadi hubungan sebab akibat diantara dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Jika variabel dependen dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen tertentu, maka dapat dinyatakan bahwa variabel X menyebabkan variabel Y.

Populasi merupakan keseluruhan objek yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik yang terbatas maupun tidak terbatas. Populasi penelitian ini adalah karyawan pada middle management level dan low management level pada PT Super Andalas Steel yang berjumlah 36 responden. Keseluruhan populasi pada penelitian ini merupakan data bagi penelitian ini. Menurut Erlina (2007: 72) “jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data penelitian, maka disebut sensus, jika sebagian saja disebut sample”. Dengan demikian teknik penentuan objek penelitian yang digunakan adalah sensus. Ketigapuluhenam responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

Manajer 7 orang

Wakil Manajer 7 orang

Kepala bagian 3 orang

Wakil kepala bagian 3 orang

Supervisor 16 orang

36 orang

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah TQM yang terdiri dari enam subvariabel, yaitu: fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, kebebasan yang terkendali, serta keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Dalam penelitian ini setiap responden diminta untuk mengisi kuesioner mengenai penerapan TQM yang dikhususkan pada empat subvariabel tersebut.

Kuesioner fokus pada pelanggan dikembangkan oleh Hajjat (2002). Kuesioner obsesi terhadap kualitas dikembangkan oleh Harrington (2000). Kuesioner kerjasama tim dikembangkan oleh Daft (1998). Kuesioner perbaikan sistem secara berkesinambungan dikembangkan oleh Zeitz (1997). Kuesioner pendidikan dan pelatihan dikembangkan oleh Baker (1999). Kuesioner keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dikembangkan oleh White (1973).

a. Fokus pada pelanggan

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju.

b. Obsesi Terhadap Kualitas

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju.

c. Kerjasama Tim

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 5 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 2 berarti tidak setuju, jika memilih 3 berarti netral, jika memilih 4 berarti setuju, dan jika memilih 5 berarti sangat setuju.

d. Perbaikan sistem secara berkesinambungan

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju.

e. Pendidikan dan Pelatihan

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 5 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 2 berarti tidak setuju, jika memilih 3 berarti netral, jika memilih 4 berarti setuju, dan jika memilih 5 berarti sangat setuju.

f. Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 5 dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 2 berarti tidak setuju, jika memilih 3 berarti netral, jika memilih 4 berarti setuju, dan jika memilih 5 berarti sangat setuju.



Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah Kinerja manajerial. Kinerja manajerial adalah keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan dengan melibatkan orang lain demi menghasilkan laba bagi perusahaan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 1 s.d. 7 dimana dimana jika memilih 1 berarti sangat tidak setuju, jika memilih 4 berarti netral, dan jika memilih 7 berarti sangat setuju. Kuesioner kinerja manajerial dikembangkan oleh Heneman (1974).





4. Metode Analisis Data

4.1 Pengujian Kualitas Jasa

4.1.1 Uji Validitas

Uji validitas “digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner” (Ghozali, 2005: 45). Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur yang digunakan dapat mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung dengan rtabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Pada penelitian ini sampel berjumlah 36, dengan demikian dapat dihitung df = 36-2 =34. Berdasarkan tabel r dengan signifikansi 5%, apabila df = 34, maka diperoleh rtabel = 0,329. Instrumen kuesioner fokus pada pelanggan, kerjasama tim, pendidikan dan pelatihan, dan kinerja manajerial dinyatakan valid hanya dalam satu kali pengujian validitas, sedangkan obsesi terhadap kualitas dan perbaikan sistem secara berkesinambungan dinyatakan valid

setelah pengujian kedua, dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dinyatakan valid setelah pengujian ketiga.



4.1.2 Uji Reliabilitas

Menurut Situmorang (2008: 37) “reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan”. Pengukuran reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Pengukurannya hanya dilakukan satu kali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Suatu variabel dikatakan reliable jika variabel tersebut memberikan nilai cronbach’s alpha > 0,60. Seluruh variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliable karena cronbach’s alpha-nya melewati 0,60



Coefficientsa

Model


Unstandardized Coefficients


Standardized Coefficients


t


Sig.


Collinearity Statistics

B


Std. Error


Beta


Tolerance


VIF

1


(Constant)


34.641


15.743





2.200


.036







Fokus Pada Pelanggan


.313


.265


.343


1.179


.248


.340


2.939

Obsesi Terhadap Kualitas


-.407


.380


-.319


-1.070


.294


.324


3.089

Kerjasama Tim


.176


.324


.104


.542


.592


.787


1.271

Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan


.750


.700


.288


1.072


.293


.397


2.517

Pendidikan dan Pelatihan


-.230


.320


-.129


-.720


.477


.899


1.112

Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan


-.277


.389


-.132


-.712


.482


.829


1.206

a. Dependent Variable: Kinerja Manajerial



















4.2 Pengujian Asumsi Klasik

4.2.1 Uji Multikolinearitas

“Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas” (Ghozali, 2005: 91). Menurut Ghozali (2005) “adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10”.

Apabila tolerance value < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikolinearitas

Apabila tolerance value > 0,1 atau VIF < 10 = tidak terjadi multikolinearitas Hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel. Hasil pengujiannya menunjukkan tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan tidak ada yang memiliki tolerance value lebih kecil dari 0,1. Jadi dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi penelitian ini. 4.2.2 Uji Heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas, artinya variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan tetap. . “Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual” (Ghozali, 2005: 105). 4.2.3 Uji Normalitas Data Pengujian normalitas data dengan hanya melihat grafik dapat menyesatkan kalau tidak melihat secara seksama. Oleh sebab itu, ada baiknya dilakukan juga uji normalitas data dengan menggunakan statistic agar lebih meyakinkan. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal berdistribusi normal, maka dilakukan uji kolmogorov smirnov (1 sample KS) dengan melihat data residulanya apakah berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji kolmogorov smirnov dapat di lihat pada tabel. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 36 Normal Parametersa Mean .0000000 Std. Deviation 4.44371181 Most Extreme Differences Absolute .126 Positive .126 Negative -.074 Kolmogorov-Smirnov Z .758 Asymp. Sig. (2-tailed) .614 a. Test distribution is Normal. Hasil uji kolmogorov smirnov pada penelitian ini menunjukkan probabilitas = 0,614. dengan demikian, data pada penelitian ini berdistribusi normal dan dapt digunakan untuk melakukan uji – F dan uji – t karena 0,614 > 0,05 (Ho diterima).





4.3 Pengujian Hipotesis

4.3.1 Adjuted R2

Adjusted R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam penelitian ini, nilai adjusted R2 pada tabel 4.23 = -0,006. Hal ini berarti kinerja manajerial (Y) tidak dapat dijelaskan oleh fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6).



Model Summaryb

Model


R


R Square


Adjusted R Square


Std. Error of the Estimate

1


.408a


.167


-.006


4.882

a. Predictors: (Constant), Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan, Kerjasama Tim, Fokus Pada Pelanggan, Obsesi Terhadap Kualitas

b. Dependent Variable: Kinerja Manajerial






4.3.2 Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen. Dari hasil uji – F pada tabel 4.23 dapat diketahui F sebesar 0,966 < 4, dengan tingkat signifikansi 0,465. Karena probabilitas (0,465) > 0,05, maka Ha ditolak, artinya fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap kinerja manajerial (Y).

ANOVAb

Model


Sum of Squares


df


Mean Square


F


Sig.

1


Regression


138.092


6


23.015


.966


.465a

Residual


691.130


29


23.832







Total


829.222


35










a. Predictors: (Constant), Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan, Kerjasama Tim, Fokus Pada Pelanggan, Obsesi Terhadap Kualitas

b. Dependent Variable: Kinerja Manajerial












4.3.3 Uji-t

Uji – t dilakukan untuk menguji secara parsial atau individu apakah variabel independen berpengaruh secara individu (parsial) terhdap variabel dependen. Hasil uji-t dapat dilihat pada tabel Coefficientsa di atas. Nilai probabilitas fokus pada pelanggan = 0,25, nilai probabilitas obsesi terhadap kualitas = 0,29, nilai probabilitas kerjasama tim = 0,59, nilai probabilitas perbaikan sistem secara berkesinambungan = 0,29, nilai probabilitas pendidikan dan pelatihan = 0,48, dan nilai probabilitas keterlibatan dan pemberdayaan karyawan = 0,48. Dari keenam variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, tidak satu variabel pun yang berpengaruh secara parsial terhadap kinerja manajerial karena probabilitas keenam variabel independen berada di atas 0,05.



4.3.4 Hasil Analisis Regresi Berganda

Regresi berganda ditujukan untuk menentukan hubungan linear antar beberapa variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel Coefficientsa di atas. Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel Coefficientsa diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = 34,641+0,313X1–0,407X2+0,176X3 +0,750X4–0,230X5–0,277X6+e

a. konstanta sebesar 34, 641 menyatakan bahwa jika tidak ada TQM dengan keenam komponennya, maka kinerja manajerial akan sebesar 34, 641,

b. koefisien X1 (b1) = 0,313, menunjukkan bahwa fokus pada pelanggan (X1) berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika fokus pada pelanggan ditingkatkan, maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar 0,313,

c. koefisien X2 (b2) = -0,407, menunjukkan bahwa obsesi terhadap kualitas (X2) berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel obsesi terhadap kualitas ditingkatkan, maka akan menurunkan kinerja manajerial sebesar 0,407,

d. koefisien X3 (b3) = 0,176, menunjukkan bahwa kerjasama tim (X3) berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel kerjasama tim ditingkatkan, maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar 0,176,

e. koefisien X4 (b4) = 0,750, menunjukkan bahwa perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4) berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel perbaikan sistem secara berkesinambungan ditingkatkan, maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar 0,750,

f. koefisien X5 (b5) = -0,230, menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan (X5) berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa apabila variabel pendidikan dan pelatihan ditingkatkan, maka akan menurunkan kinerja manajerial sebesar 0,230,

g. koefisien X6 (b6) = -0,277, menunjukkan bahwa keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa apabila variabel keterlibatan dan pemberdayaan karyawan ditingkatkan, maka akan menurunkan kinerja manajerial sebesar 0,277,

h. standar error (e) menunjukkan tingkat kesalahan pengganggu.



4.4 Pembahasan Hasil Analisis

Dari berbagai pengujian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian menyatakan bahwa TQM yang diwakilkan oleh fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kinerja manajerial (Y) pada PT SUPER ANDALAS STEEL. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan empat peneliti terdahulu yaitu, Zulaikha, Yan Saputra Saragih, Henny Zurika Lubis, dan I Made Narsa dan Rani Dwi Yuniawati. Para peneliti terdahulu tersebut semuanya menyatakan bahwa ada pengaruh TQM terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian mereka sesuai dengan teori yang ada, bahwa TQM memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja manajerial. Namun, hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ittner dan Lacker (Lubis, 2005) yang menyatakan “bahwa TQM tidak mempengaruhi kenaikan kinerja manajemen.

Hubungan negatif yang terjadi antara TQM dan kinerja manajerial pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Kemungkinan terbesar keadaan ini terjadi adalah TQM tidak sesuai dengan budaya perusahaan dalam melakukan penilaian kinerja manajerial. Pada penelitian ini terlihat bahwa budaya penilaian kinerja di dalam perusahaan belum merata. Orang-orang di dalam perusahaan belum terbiasa dengan penilaian kinerja, padahal diperlukan orang-orang dalam perusahaan yang terbuka kepada penilaian yang dilakukan terhadap diri mereka masing-masing maupun terhadap divisi tempat mereka terlibat dalam pekerjaan untuk dapat menerapkan TQM secara maksimal. Orang yang dapat terbuka dengan penilaian adalah orang yang percaya diri akan kemampuan yang mereka miliki dan juga percaya diri terhadap hasil kerja mereka berdasarkan beban pekerjaan yang dilimpahkan kepada pegawai di perusahaan tersebut masing-masing.

TQM dapat menjadi alat pengukur kinerja manajerial apabila budaya di suatu tempat, dalam hal ini perusahaan, sudah diubah menjadi perusahaan yang lebih terbuka dalam menghadapi penilaian kinerja. Jika budaya ini belum diterapkan secara merata, maka TQM tidak akan berfungsi.



5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan berbagai pengujian dan analisis data dari penilitian ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pengaruh TQM terhadap kinerja manajerial sebagai berikut:

1. variabel fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh secara simultan terhadap kinerja manajerial (Y),
2. variabel fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6) tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja manajerial (Y),
3. nilai adjusted R square -0,006 menunjukkan bahwa kinerja manajerial (Y) tidak dapat dijelaskan oleh fokus pada pelanggan (X1), obsesi terhadap kualitas (X2), kerjasama tim (X3), perbaikan sistem secara berkesinambungan (X4), pendidikan dan pelatihan (X5), dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (X6).



5.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan enam dari sepuluh karakteristik TQM yang ada. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, data, dan dana dalam melakukan penelitian sehingga tidak memungkinkan bagi peniliti untuk memasukkan kesepuluh karakteristik TQM yang ada. Keterbatasan data dialami karena sulitnya peneliti untuk mendapatkan kuesioner yang dapat mewakili kesepuluh karakteristik TQM.



5.3 Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, dan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan tidak berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kinerja manajerial. Oleh karena itu disarankan kepada perusahaan agar lebih sering mengadakan pelatihan dan pendidikan mengenai menjaga hubungan dengan pelanggan, menjaga dan meningkatkan standar kualitas produk, meningkatkan motivasi agar tercapai perbaikan cara kerja di perusahaan, dan pelatihan mengenai kepemimpinan (leadership). Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keterbukaan pegawai perusahaan untuk dinilai kinerjanya masing-masing, baik secara individu maupun secara divisi. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri para pegawai perusahaan untuk dinilai karena pada umumnya orang-orang tidak mau dinilai, dalam hal ini kinerjanya, karena mereka merasa tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaannya sehingga mereka merasa tidak pantas untuk dinilai. Pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap diri sendiri pada diri para pegawai sehingga mereka dapat dengan terbuka menerima penilaian terhadap pekerjaan yang dibebankan kepada mereka secara profesional.

Dalam penelitian ini hubungan TQM dan kinerja manajerial negatif (tidak sesuai dengan teori), untuk itu disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk kembali melakukan penelitian dengan variabel yang sama dengan penelitian ini untuk melihat kekonsistensian hasil penelitian dengan hasil penelitian terdahulu.. Kepada peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti keempat karakteristik TQM yang lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, yaitu: pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kebebasan yang terkendali, dan kesatuan tujuan dan pengaruhnya terhadap kinerja manajerial.

sumber : http://akuntansi.usu.ac.id/jurnal-akuntansi-7.html